Lihat ke Halaman Asli

Cerita Wanita

By Kintan Prabaningrum

Banyak Korban Jiwa Saat Gempa, Masyarakat Indonesia Belum Paham Struktur Kuat Bangunan

Diperbarui: 16 Februari 2021   16:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Photo by Habitat For Humanity

Saat gempa terjadi, dampak utama yang sangat tersorot mata adalah banyaknya rumah dan bangunan masyarakat yang rusak parah. Seperti gempa Sulawesi Barat yang terjadi baru-baru ini, setidaknya ada 90.000 lebih warga harus mengungsi lantaran rumah mereka hancur. Hal ini terjadi karena pada umumnya rumah masyarakat belum memenuhi standar struktur bangunan (Retrofitting) aman bencana. Tidak jarang banyaknya rumah yang runtuh berakibat pada sempitnya jalur evakuasi sehingga peluang untuk menyelamatkan korban lebih sedikit.

Menyadari Retrofitting harus disosialisasikan dan diimplementasikan lebih nyata oleh masyarakat luas, Habitat for Humanity Indonesia bekerja sama dengan American Red Cross, Palang Merah Indonesia (PMI), Pokja BaNTu, dan Kementerian PUPR menggelar webinar bertajuk "Program Retrofitting Berbasis Masyarakat Sebagai Upaya Mitigasi Pengurangan Risiko Bencana Melalui Dukungan Bantuan Nontunai".

"Bangunan gedung termasuk rumah tinggal harus memenuhi salah satu aspek keselamatan berupa ketahanan terhadap guncangan gempa bumi dengan skala tertentu. Dalam banyak kasus, kerusakan berat bangunan rumah umumnya terjadi karena tidak dipenuhinya standar-standar seperti pondasi, sistem struktur kolom, balok, dinding, struktur atap, maupun standar material yang digunakan.

Untuk meningkatkan daktilitas (kemampuan menahan beban gempa), masyarakat dapat melakukannya dengan cara: membungkus dengan plat baja, besi strip dan plat baja, jaringan tulang, dan dengan sengkang yang rapat,"ungkap Ir. Dian Irawati, MT, Direktur Bina Teknik Pemukiman dan Perumahan.

Sementara itu, sebagai modalitas yang sangat aplikatif untuk menjawab kebutuhan semua sektor termasuk sektor perumahan khususnya dalam retrofitting, BaNTu menawarkan upaya membangun ketangguhan masyarakat dalam menghadapi bencana dengan memaksimalkan perkembangan teknologi dalam mekanisme distribusi. 

 "Penggunaan BaNTu sebagai salah satu modalitas distribusi bantuan semakin berkembang pesat terutama sejak respons bencana gempa bumi, tsunami dan likuifaksi di Sulawesi Tengah tahun 2018. BaNTu mengedepankan penghargaan atas martabat karena control atau kendali memutuskan di tangan penerima manfaat. " ungkap Susilo Budhi Sulistyo, Tim Advokasi Pokja BaNTu.

"BaNTu juga memberikan multiplier dalam memberdayakan pasar lokal karena penerima manfaat akan mengakses pasar di dekat lokasi tempat tingalnya. BaNTu juga memangkas birokrasi dengan mengutamakan anti korupsi karena semua tercatat dan terlaporkan secara transparan." tutup Susilo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline