Lihat ke Halaman Asli

Tantangan Pedagang Kaki Lima yang Memblokir Tortoar di Jakarta

Diperbarui: 5 Desember 2024   22:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Jakarta adalah sebuah kota di Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 10 juta jiwa. Salah satu alasan yang membuat Jakarta begitu populer adalah karena banyak pedagang kaki lima di pinggir jalan yang menawarkan berbagai cemilan. Dengan ini, suasana Jakarta menjadi hidup. Tetapi, di balik keceriaan ini terdapat tantangan signifikan: munculnya pedagang kaki lima yang menghalangi trotoar membuat berjalan bagi pejalan kaki menjadi sulit dan menakutkan. Walaupun pedagang ini berperan penting dalam ekonomi lokal dan budaya, keberadaan mereka di trotoar tidak hanya mengganggu akses pejalan kaki tetapi juga menimbulkan risiko keselamatan yang memerlukan perhatian segera dan perencanaan kota yang baik.

Pedagang kaki lima telah lama menjadi komponen penting dalam perekonomian Jakarta, memberikan makanan dan barang yang terjangkau untuk jutaan penduduk. Dalam sebuah kota di mana pekerjaan formal sulit ditemukan, pedagang ini berperan sebagai penyedia makanan dan sumber penghasilan yang vital. Contohnya, seorang pedagang kaki lima yang populer menjual sate dan gorengan bisa menawarkan makanan seharga hanya 10.000 IDR, menjadikannya opsi menarik bagi keluarga dengan pendapatan rendah. Selain peran ekonomi mereka, pedagang kaki lima juga memperkaya budaya Jakarta, menampilkan cita rasa lokal dan tradisi kuliner yang membentuk identitas kota ini.

Namun, ketika para pedagang ini membuka lapak di trotoar, mereka secara tidak sadar menciptakan halangan yang secara serius mengganggu pergerakan pejalan kaki. KOMPAS telah menyatakan bahwa beberapa area, seperti Jl. Menteng dan Tanah Abang, terkenal dengan trotoar yang sangat ramai, di mana pejalan kaki sering kali harus melewati jalur sempit yang dipenuhi dengan berbagai rintangan. Keadaan ini semakin memburuk pada jam sibuk ketika jumlah pengunjung meningkat, memaksa banyak orang untuk mengambil risiko keselamatan dengan berjalan di jalanan untuk menghindari trotoar yang padat.

Konsekuensi dari penghalangan ini sangat dalam. Pejalan kaki, khususnya kelompok rawan seperti orang tua, para ibu yang membawa stroller, dan mereka yang memiliki disabilitas, menghadapi kesulitan besar dalam melewati area tersebut. Trotoar yang terhalang tidak hanya menimbulkan ketidaknyamanan tetapi juga menempatkan pejalan kaki dalam situasi yang bisa berbahaya. Saya juga sering mengalami hal seperti ini. Salah satu contoh adalah ketika saya mencoba pergi ke suatu acara dengan mobil saya namun ada banyak pedagang kaki lima yang menghalangi jalan sehingga saya tidak bisa melewatinya. Hal ini menyebabkan kemacetan lalu lintas sehingga terjadi kekacauan. Data menunjukkan bahwa ada peningkatan serius dalam cedera pejalan kaki akibat situasi navigasi seperti ini, menegaskan perlunya solusi yang segera.

Selain itu, risiko keselamatan tidak hanya terbatas pada kecelakaan pejalan kaki. Trotoar yang terhalang juga menghambat akses layanan darurat ke area penting dengan cepat. Di kota seperti Jakarta, di mana kemacetan lalu lintas sudah menjadi masalah besar, kemampuan ambulans dan kendaraan pemadam kebakaran untuk melewati jalan dapat terganggu oleh pedagang kaki lima. Ini bukan sekadar teori; sudah ada beberapa kejadian di mana waktu respons darurat terhambat akibat jalur yang terhalang, yang menimbulkan keraguan serius mengenai keselamatan masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline