Lihat ke Halaman Asli

Gus Memet

Santri Kafir

The Iron Man (Muqadimah)

Diperbarui: 11 Juni 2024   01:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok.pri. ai-generated


Muqadimah

Inilah catatan pribadiku, kutulis di atas lembar-lembar daun palmyra (Borassus palmyra, ada yang menyebutnya "Siwalan" atau "Tal", sejenis Palma yang banyak tumbuh di Daratan Tengah dan Kepulauan Tenggara. Oleh puak Jawa yang tinggal di Kepulauan Tenggara, daun dalam kasta bahasa madya disebut "ron", sehingga pelandas aksara ini disebut "ron tal" yang karena problem artikulasi lazim diucapkan dengan "lontar") sebagai legasi untuk siapapun yang sudi membaca.

Namaku Prasodjoe, 51 tahun saat mulai menulis --yang biar keren sebut saja-- memoar ini. Aku pensiunan praji (prajurit siji/koptu) di kesatuan HSAF, pasukan elit Hastin. Karena aku trah sudra, latar pendidikan hanya sempat nyantrik dua tahun di padepokan kecil di kampung, tidak punya cukup uang untuk nyogok atasan, karir militerku stagnan.

Untungnya, aku dialiri DNA ahli masak milik ibuku yang kata ayahku beroleh hal serupa dari ibunya yang menurut kakekku juga dilunturi DNA serupa dari ibunya yang menurut.., ah sudahlah. 

Talen itulah satu-satunya skill berharga sekaligus penyelamat sekaligus penentu nasibku. Benar, aku ndak bakal lulus masa pendadaran kalau ndak pinter masak. Aku naik gaji karena Pengeran Jendral Dursasana, Komandan HSAF menugaskanku jadi juru masak di Ksatrian Banjarjunut untuk masa tugas tak terbatas. Padahal Banjarjunut itu istana kecil milik pribadi Dursasana.

Piawai masak pula yang kemudian meroketkan strata sosialku setelah dibajak Mahapatih Sakuni jadi kepala chef di Kepatihan Ploso Jenar, dipensiun dini sekaligus dianugerahi pangkat tituler Kolonel dan diberi jabatan baru sebagai Aspri Mahapatih. Sebuah lonjakan karir yang menabrak semua aturan dan konsensus baku sebenarnya. Tapi Mahapatih pegang kuasa. Percuma protes. 

Bagaimana kedudukan mentereng itu bisa kuraih, begini kronologinya:

Pagi sekali, hari pun masih enggan membuka mata ketika Banjarjunut kedatangan tamu istimewa: Aswatama. Di kalangan militer Hastin, sebelum aku, orang ini jadi role model bagaimana memanfaatkan previlege untuk meniti karir. Dia bukan WKH (Warga Kerajaan Hastin), hanya dua tahun menjabat walipraja di kadipaten kecil telukan Hastin, tau-tau langsung diangkat jadi Wakil Komandan HSAF karena dan hanya karena dia anak Drona, Kepala Staf Wadyabala Hastin merangkap Penasihat Spiritual Raja. Drona sendiri beroleh jabatan elit itu lewat politik marital setelah menikahi Nyai Krepi, adik Begawan Krepa, Penasihat Militer Hastin. O ya, lupa, HSAF itu akronim Hastin Special Armed Forces.

Selain anak pejabat tinggi kerajaan, menurut desas desus, Aswatama adalah Chirawinjin atau Ciranjiwi, mahluk blasteran setengah dewa separuh manusia. Ciranjiwi konon tidak bisa mati oleh sebab-sebab lumrah, apalagi dibunuh manusia lumrah. Contoh legendarisnya adalah Hanuman, Panglima Militer Ayodya. Sosok berwujud monyet albino itu hasil transeminasi Dewa Angin dan Anjani, anak seorang brahmana.  

Kata kabar angin itu, ketika menikahi Krepi, Drona, manusia berkasta Brahmana putra Maharsi Bharatvadja, sudah punya anak hasil hubungan gelap dengan Dewi Wilutama, Devi yang sedang menjalani hukuman transformatif dan berwujud seekor kuda bersayap. Konon dalam upaya menemui Drupada, Raja Panchala yang pernah jadi sahabatnya selagi nyantri bersama pada Maharsi Bharavadja, Drona tersesat dan bertemu Dewi Wilutama yang bersedia menolongnya asal diperistri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline