Lihat ke Halaman Asli

Joko Wahyono

Praktisi pendidikan, penulis buku dan konten kreator

Ketika Seorang Guru Ingin Berbisnis...

Diperbarui: 25 Juni 2015   08:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Menjadi Guru dan menjadi Pebisnis adalah 2 pekerjaan mulia. Menjadi guru diperlukan jiwa sosial yang tinggi, kesabaran dan semangat tolong menolong. Sedangkan menjadi pebisnis diperlukan jiwa dan mentalitas yang mandiri, daya juang yang tinggi dan dapat menangkap setiap peluang bisnis.

Menjadi Guru yang sekaligus menjadi pebisnis?. Ini yang menjadi persoalan. Selalu saja ada konflik internal dan eksternal. Konflik internal yang berasal dari dalam diri guru itu sendiri. konflik batin antara kebiasaan sosial dan kekeluargaan yang ada dalam dirinya dan kebiasaan bisnis yang penuh perhitungan tersebut bukan perkara yang mudah untuk diatasi. Konflik eksternalnya terjadi bila usaha yg dijalankan ada kaitan dirinya sebagai guru. Terlebih lebih kalau lokasi usaha guru tersebut sangat dekat jaraknya dengan tempatnya mengabdi sebagai guru.

Bila seorang guru memilih dua pekerjaan tersebut, agar terhindar dari konflik internal dan eksternal, diperlukan kecerdasan khusus dalam memilih jenis usaha dan lokasi usaha.

Cerita di bawah ini adalah sebuah pengalaman konflik batin seorang guru ketika berbisnis.  ketika idea idea liar tentang berbisnis terus berkecamuk di dalam dada. Ingin menjadi guru yang hebat dan sekaligus menjadi pebisnis yang sukses adalah mimpi saya ketika itu, eh..sampai sekarang.  Mimpi akan tetap menjadi mimpi kalau tidak ada action.

Ketika menjajagi peluang bisnis, saya sempat terpikir utk bisnis di bidang jasa transportasi. Sulitnya masyarakat mendapatkan pelayanan transportasi yg baik menjadi pemicunya. Lalu, ketika saya dan seorang teman akan melalukan perjalanan ke luar kota dengan sebuah kendaraan MPV. Saya pikir, ah..sekalian saja cari penumpang selain sebagai teman di perjalananan dan hasilnya bisa untuk pengganti bensin dan makan siang di perjalanan. Mulailah kami mencari penumpang dan betul saja ternyata di pintu keluar kota, ada sekelompok orang yang sedang mencari kendaraan. Saya menghentikan kendaraan  dan teman saya menyapa calon penumpang tersebut. Namun, ketika kaca jendela mobil saya turunkan, calon penumpang tersebut segera mengenali wajah saya..Pak Joko..ya ? Mau ke mana Pak? Boleh kami ikut?.. Satu diantara 3 orang tersebut, berlari menjemput temannya yang lain...saya mendengar suara mereka..ada Pak Joko..! Pak Joko siapa? Kata yang lain..Pak Joko guru kita di SMP YPPSB..dia mau ke Samarinda..ayo cepetan..!! Singkat kata mobil saya penuh dengan 5 orang mantan murid saya yang melanjutkan sekolah di kota Bontang. Jarak antara kota Sangatta dan Bontang sekitar 60 Km.

Teman saya senyum senyum sepanjang perjalanan. Ingin berbisnis koq dapat penumpang murid sendiri. Penumpang saya bercerita tentang guru mereka, dan tentang saya ketika mengajar mereka. Perjalanan jadi meriah dan celoteh seru mereka. Mereka semua turun di Kota Bontang, sementara saya masih melanjutkan perjalanan ke Kota Samarinda masih sekitar 120 Km lagi. Ketika mereka semua turun, dengan wajah yang sangat tulus mereka semua mengucapkan terima kasih dan  bersalaman cium tangan.

Setelah mereka semua turun, saya dan teman saya saling berpandangan dan meledaklah tawa kami ha ha ha... Mau berbisnis jasa transportasi? Tegakah memungut uang kepada anak anak dan murid murid seperti itu?

Bagi pebisnis, seharusnya  tidak membedakan apakah itu murid atau keluarga. Bisnis is bisnis dan kita harus memisahkan antara bisnis dan sosial. Tapi jiwa guru saya mengalahkan jiwa bisnis saya...

Menjadi guru yang berbisnis dan menghindari konflik internal bukan perkara mudah. ketika bisnis warnet yg waktu itu sangat menguntungkan, saya memiliki warnet di 3 tempat, namun karena perubahan teknologi informasi, kalau ingin bertahan bisnis ini harus beralih ke bisnis game online. Bisnis game online  ini ternyata bertentangan dengan jiwa keguruan saya. Hati saya selalu gelisah dan utk menentramkan hati saya, saya harus menutup bisnis tersebut dan menanggung kerugian ratusan juta rupiah. Saya dan istri terpuruk, tabungan hari tua saya lenyap.

Belajar dari kegagalan. Berbisnis yang menentramkan hati, tidak asal buka usaha..adalah sebuah  pengalaman berharga bagi saya..

Kini kami mulai bangkit.  Istri saya tampil menjalankan usaha bisnis travel, penjualan tiket pesawat dan rental kendaraan. Ia sudah punya 3 sub agen. Sedangkan saya ? Tetap menjadi guru swasta yg sedang menikmati hidup dan menjalankan bisnis yang menyenangkan dan menyehatkan jiwa. Bisnis apa itu ? Menulis Buku..!!,  Sementara buku kedua saya sedang proses penerbitan,, saat ini saya larut menikmati menulis buku ketiga...

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline