Lihat ke Halaman Asli

Menggairahkan Etos Kerja SDM Saat Berpuasa

Diperbarui: 17 Juni 2015   06:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puasa oleh sebagian orang dilihat sebagai penurunan semangat. Hal itu biasanya dikaitkan dengan kinerja orang berpuasa yang cenderung bermalas-malasan. Sepintas pandangan tersebut seakan memperoleh pembenarannya karena dalam menjalankan aktivitas kerja sehari-hari kita memerlukan energi yang berasal dari asupan makanan dan minuman. Jika asupan makanan dan minuman tidak maksimal, maka dapat dipastikan aktifitas kerja kita akan terganggu. Namun, apakah betul puasa di bulan Ramadhan menurunkan semangat kerja? Apakah layak jika ibadah puasa Ramadhan dijadikan sebagai alasan bagi kita untuk bermalas-malasan dan tidak melakukan aktivitas kerja secara maksimal?

Jika kita melihat kembali lembaran sejarah Islam ada sebuah peristiwa besar yang dapat menjadi contoh konkret dari tidak surutnya etos kerja dan daya juang di bulan Ramadhan. Peristiwa itu dikenal dengan nama Perang Badar. Bahkan, dalam konteks Indonesia kenangan manis proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 terjadi pada saat ibadah puasa Ramadhan berlangsung.

Memang, sebuah kewajaran jika saat menjalankan ibadah puasa tubuh kita terasa letih dan lemas. Namun, tidak benar jika hal itu dijadikan sebagai justifikasi bagi kita untuk mengurangi produktivitas kerja. Rasulullah Saw dan para sahabat tidak mencontohkan hal demikian. Peristiwa Perang Badar dan proklamasi kemerdekaan Indonesia menunjukkan bahwa ibadah puasa Ramadhan menjadi stimulus untuk meraih harapan yang didambakan.

Puasa, begitu juga dengan amal ibadah lainnya, justru menjadi pendorong penting bagi aktivitas umat yang meyakininya. Dalam kajian sosiologi, agama memiliki peran penting dalam menumbuhkan semangat kerja para pemeluknya. Banyak temuan para sosiolog yang menunjukkan adanya korelasi signifikan antara ibadah seseorang dengan spirit untuk meraih keberhasilan dalam kehidupan. Korelasi tersebut muncul karena keyakinan mendalam para pemeluk agama dalam menjalankan kehidupan sesuai dengan tuntunan agamanya. Dengan kata lain, perintah agama, seperti puasa, menjadi beban dan mengganggu etos kerja seseorang ketika ia tidak meyakini dan melaksanakannya sepenuh hati. Sebaliknya, bagi umat Islam yang meyakini puasa dan bekerja sebagai bagian dari ibadah yang tak terpisahkan, justru akan menambah motivasi untuk lebih berprestasi.

Karena itu, bekerja harus dilihat sebagai sebuah ibadah dan panggilan jiwa yang kental dengan amanah. Ia tidak akan terganggu oleh rasa lapar dan dahaga karena puasa sekali pun, karena bekerja juga bagian dari ibadah. Sulit dimungkiri bahwa hal itu memang belum tertanam kokoh di dalam diri kita masing-masing. Kita masih menganggap bekerja masih sebuah rutinitas belaka.

Ada sebuah kisah di dalam Al-Quran yang memperlihatkan betapa orang yang minum sedikit lebih kuat daripada yang minum banyak. “Maka tatkala Thalut keluar membawa tentaranya ia berkata: ‘Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan sebuah sungai. Maka siapa di antara kamu yang meminum airnya (secara berlebihan), maka dia bukanlah pengikutku. Barang siapa tidak minum, kecuali menceduk seceduk tangan (sekedar melepaskan dahaga dan menguatkan badan), maka ia adalah pengikutku.’ Ketika sampai di sungai itu mereka minum, kecuali beberapa orang di antara mereka. Maka tatkala Thalut dan orang-orang yang beriman bersama dia telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah minum berkata: ‘Tak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya.’ Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata: ‘Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah.’ Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS 2: 249)

 

Dari penggalan kisah di atas dapat dipahami bahwa orang yang minum sedikit untuk sekadar melepaskan dahaga jauh lebih kuat dari mereka yang minum secara berlebihan. Karena itu, ibadah puasa Ramadhan sama sekali tidak boleh dijadikan sebagai penghalang bagi kita untuk meningkatkan produktivitas kerja.

 

Dengan niat dan tekad kuat insya Allah energi kita tidak akan berkurang hanya karena menahan rasa lapar dan dahaga. Penurunan semangat kerja karena ibadah puasa disebabkan karena rendahnya keikhlasan dan kesabaran yang tertanam di dalam diri kita.

 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline