Banyak orang seringkali mengajak kita menolak lupa melawan lupa.
Hebatnya, ajakan ini seringkali adalah dalam rangka menolak lupanya orang lain.
Misalnya ajakan untuk tidak lupa akan peristiwa penculikan para aktivis di masa reformasi terutama di tahun 1998, ajakan untuk tidak lupa masalah penyerbuan markas PDI 27 Juli 1996, pembunuhan alm. Munir tahun 2004, kasus Marsinah 1993, berbagai konflik agraria di bumi pertiwi ini, atau yang lebih dekat seperti kasus stadion Kanjuruhan tahun 2022 yang lalu, atau berbagai janji yang diucapkan saat kampanye oleh Pak Presiden, Gubernur, Bupati, Wakil Rakyat dan lain-lain.
Gerakan yang tidak mudah. Sama sekali tidak mudah. Apalagi yang coba dilawan atau ditolak adalah lupanya orang lain.
Alkisah, ada teman-teman yang setiap hari apa gitu kumpul bersama di depan sebuah istana agar yang di dalam istana tidak lupa. Bertahun-tahun kumpul-kumpul seperti itu dilakukan yang di dalam istana tidak kunjung ingat juga, masih tetap lupa juga.
Lalu bagaimana caranya melawan atau menolak lupa baik itu lupanya orang lain maupun diri sendiri?
Satu-satunya cara, bukanlah menolak atau melawan melainkan tidak lupa!
Bagaimana caranya supaya tidak lupa? Ada 2 tips jitu:
Pertama, tidak berjanji, tidak bikin resolusi.
Kalau kita tidak bikin janji, tidak bikin resolusi tentu tak ada yang perlu ditepati, apalagi perlu diingat.