Lihat ke Halaman Asli

Jepe Jepe

TERVERIFIKASI

kothak kathik gathuk

Mengapa Rumakiek Lebih Hebat dari Jean Tigana?

Diperbarui: 8 Mei 2022   04:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengapa Rumakiek Lebih Hebat dari Jean Tigana? (Sumber foto: Kompas.com, Getty images)

Satu greget atau sensasi tersendiri yang saya, dan bisa jadi juga Anda tunggu-tunggu saat menonton laga AFF 2021 yang lalu adalah penampilan Ramai Rumakiek.

Walau baru berusia 19 tahun, gelandang menyerang yang beroperasi di sayap kiri tim nasional ini sudah menunjukan gaya bermain yang sangat matang. 

Sentuhan bolanya efisien, namun saat dibutuhkan Rumakiek mampu melakukan dribling sambil ber-slalom untuk mengelabui pemain-pemain defensif tim lawan. 

Umpan-umpan cepat dan pendeknya juga akurat. Dibarengi dengan pergerakan tanpa bola yang sulit diduga berulang kali ia mampu ber-tektok-an dengan para penyerang seperti Kambuaya untuk membongkar lini belakang kesebelasan musuh.

Tak pelak, mutiara Papua ini mengingatkan saya pada salah satu gelandang terbaik yang pernah ada di dunia: Jean Tigana.

Jean Amadou Tigana adalah mantan gelandang bertahan timnas Perancis kelahiran Bamako (Mali) tahun 1955 yang cukup terlambat untuk mulai bermain di timnasnya namun sukses menjadi referensi cara bermain gelandang moderen sejak dekade 80an hingga kini.

Pertama kali Tigana memperkuat Les Bleus terjadi di tahun 1980 saat ia sudah berusia 25 tahun. Selanjutnya sosok langsing bertinggi badan 1,68 meter, pendek untuk ukuran Eropa, ini memainkan 52 pertandingan bersama Les Bleus hingga tahun 1988.

Mengawali karirnya di Divisi 2 liga Perancis bersama Sporting Toulon di tahun 1975, nama Tigana mulai mencuat saat ia bermain untuk Olympique lyonnais yang dimanajeri Aime Jacquet (1978-1981) sebelum bermain 8 musim untuk les Girondins de Bordeaux yang menjadi klub terkuat di Perancis selama decade 80-an yang meraih gelar juara liga Perancis 1984, 1985 dan 1987. 

Dua tahun terakhir karir Tigana ditutup dengan meraih gelar juara liga Perancis 1990 dan 1991 bersama Olympique de Marseille yang kala itu juga diperkuat Jean-Pierre Papin.

Dunia benar-benar mengenal Tigana saat bersama Michel Platini, Alain Giresse, dan Luis Fernandez menjadi inti lapangan tengah timnas Perancis saat berlaga di Euro 1984. Keempat gelandang yang dikenal sebagai segi empat ajaib atau “Le Carre Magique” inilah yang sangat menentukan keberhasilan Perancis memenangkan Euro 1984 itu sekaligus memperkenalkan kembali konsep permainan lapangan tengah yang berbasis gelandang yang mengambil posisi berdekatan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline