"Jadi orang kok saklek amat?"
"Hati-hati, dia itu orangnya saklek lho!"
Di percakapan sehari-hari pasti di antara kita ada yang pernah mendengar istilah yang terdengar sebagai "saklek".
"Saklek" dalam bahasa Indonesia yang tidak formal seringkali diartikan sebagai "kaku", "tepat waktu", "tidak luwes" atau "tidak lentur" yang berkaitan dengan hubungan antar manusia terutama dalam pekerjaan.
Jika ada teman yang berkomentar "ihh.. si boss orangnya saklek lho!". Sang teman mungkin sedang memperingatkanmu bahwa si boss orangnya kaku, tepat waktu, mencintai keteraturan, tidak menerima jam karet, tidak menoleransi molor, tidak bisa ditawar, tidak bisa di-negosiasi, orang yang hanya melakukan apa yang sudah diputuskan. Tidak bisa melakukan ada jalan lain kecuali jalan yang satu itu, tidak bisa belok, ataupun memutar dari rute yang sudah ditentukan.
Orang yang saklek juga sering diartikan sebagai orang yang tidak ragu-ragu. "Iya" atau "tidak". "Yes" or "No". Keputusan atau pilihan harus jelas, tidak bisa "atau" tidak bisa "or". Sekali keputusan diambil, kembali ke refrain di atas, tidak ada lagi jalan mundur atau memutar. Harus dijalankan seperti itu.
Mengerikan bukan memiliki seorang boss atau teman yang saklek?
Dulu saya berpikir demikian, namun sekarang tidak lagi, karena saya sudah minum combant... eh karena kini saya sudah mengetahui asal-usul kata saklek.
Kata saklek adalah kata serapan tidak resmi yang kita ambil dari suatu kata dalam bahasa Belanda: "zakelijk".
Dalam kamus bahasa Belanda gratisan Van Dale kata "zakelijk" memiliki tiga arti:
- segala sesuatu yang terkait pekerjaan
- tidak personal atau obyektif
- jelas atau singkat, tidak bertele-tele