Pernah satu kali saya ditanya seorang sahabat : filem apa yang saya tonton lebih dari dua kali ? Karena bukan orang yang sering nonton filem, jawaban saya satu : filem perang Black Hawk Down (Ridley Scott, 2001).
Bukan cuma lebih dari dua kali saya menonton filem tentang nasib apes tentara Amerika di Somalia itu, tapi lebih dari dua belas kali. Filem campuran antara kisah kesetiakawanan, rencana yang meleset berantakan dan dar-der-dor eksyen di antara hidup dan mati benar-benar menyalurkan impian saya tentang kehidupan yang agresif, penuh tantangan, resiko dan jantan.
Kalau kata anak Jakarte, intinya filem Black Hawk Down itu gue banget dah. Filem Black Hawk Down melampiaskan jiwa preman seorang lelaki dan mengakomodasi segala rasa macho de niro seorang pria.
Tapi… suatu filem lain yang saya tonton dua minggu secara kebetulan secara tiba-tiba membuat saya mempertanyakan definisi Black Hawk Down sebagai “filem yang gue banget dah” itu.
Usikan Kegilaan Ideal dari Masa Muda
Adalah filem komedi romantic Taiwan berjudul “Our Times” (Frankie Chen, 2015) yang melakukan dekonstruksi atas definisi tersebut.
Singkatnya, filem ini berkisah tentang Lin Zhen Xin (diperankan Joe Chen) seorang perempuan berusia akhir 20an yang mendedikasikan hidupnya untuk pekerjaan di kantornya.
Sering dipuji sebagai karyawan yang patuh dan teladan oleh bossnya, pada suatu saat Lin Zhen Xin mendengar gunjingan rekan-rekan sekantornya membicarakan dirinya. Saat itulah Lin Zhen Xin menyadari betapa dirinya selama ini hanya menjadi sapi perahan oleh bossnya yang sesungguhnya tidak memperhatikan kesejahteraan maupun dedikasinya sama sekali.
Di saat sendiri di rumah, Lin Zhen Xin yang dikisahkan adalah “die-hard” fans Andy Lau, tiba-tiba menyadari betapa hidupnya telah begitu melenceng dari idealisme-nya di masa muda terutama saat masih duduk di bangku SMA di awal dekade 90. Gejolak berkecamuk di hati Lin: bagaimana dia telah berubah dari gadis muda naif namun pemberani dan bebas di masa SMA menjadi seorang perempuan dewasa yang matang namun penakut, terkekang dan sangat permisif untuk menerima bahwa banyak idealisme masa mudanya yang gagal menjadi kenyataan.
Lagu hit Andy Lau di awal tahun 90-an (Forget love potion) yang dilantunkan radio di rumah Lin tiba-tiba membawa kisah filem ini menjadi flashback ke masa-masa SMA Lin Zhen Xin muda (diperankan oleh Vivian Sung) yang penuh kebebasan dan idealisme.