Tim Brasil 1958 (wikipedia)
Tahun 1956 João Gilberto adalah seorang gitaris-pemusik muda yang gagal. Pulang kampung ke rumah orang tuanya di Bahia udik, Gilberto menghabiskan waktunya bermain gitar di kamarnya atau di tepi sungai São Francisco. Terinspirasi oleh irama langkah para mbok-mbok yang datang ke kali dengan cucian yang dipanggul di kepala, terciptalah irama sensual..bim-bom, bim-bim-bom, bim-bom, bim-bim bom... Bim-bom boleh jadi adalah lagu dengan irama bossa nova (=gaya baru) pertama yang tercipta di dunia. Bersama dengan musisi lainnya seperti Tom Jobim, Vinícius de Moraes, Gilberto mencuatkan musik yang merupakan campuran antara samba dan jazz ini menjadi musik terpopuler di Brasil pada akhir tahun 50-an. Pada saat yang hampir bersamaan, tahun 1958 di Swedia, tim sepak bola Brasil meraih gelar juara dunia untuk pertama kalinya. Berbeda dengan tim Brasil di piala dunia 1950 atau 1954 yang terilhami oleh ritme samba yang menghentak, agressif, namun gagal, banyak pengamat yang mengatakan bahwa sensualitas mengilhami keberhasilan tim Brasil 1958. Irama bossa nova Bim-bom yang cool, tenang, sensual, nakal tapi kreatif seakan mengilhami goyang Seleção 1958 : pola 4-2-4 yang secara fleksible bisa berubah menjadi 4-3-3 saat Mario Zagallo maju menyerang, gerak lincah dribbling Garincha, keajaiban Pele, maupun kombinasi tiki-taka antara Didi, Vava, Pele, maupun Garincha yang seakan berirama..bim-bom, bim-bom, bim-bom.... Menyaksikan pertandingan tim nasional Brasil pada Piala Dunia 2014 ini bisa jadi membuat kita yang merindukan sensualitas sepakbola boleh tersenyum kecewa. Aksi individual Neymar hanya nampak di partai awal melawan Kroatia. Hulk bermain terlalu nervous dan kaku, Oscar terlalu klemar-klemer sementara masa keemasan seorang Fred seperti sudah berlalu. Di lapangan tengah, permainan Fernandinho jauh dari meyakinkan. Entah pengaruh gaya permainan di liga-liga di Eropa di mana sebagian besar pemain Brasil merumput atau tekanan mental untuk menjadi juara di hadapan publik sendiri, yang membuat timnas Brasil kali ini kehilangan sensualitasnya. Di setiap pertandingan bisa kita lihat bagaimana para pemain Seleção seringkali memberi tanda ke publik di tribun untuk minta dukungan sorakan maupun tepuk tangan. Tangisan Neymar ataupun Thiago Silva yang bergeletakan di lapangan hijau usai adu penalti melawan Chile memperlihatkan bahwa tekanan yang ada jauh melebihi sepakbola itu sendiri. Sastrawan Brasil, Nélida Piñón (El País, 8/1/2014) mengungkapkan "menjadi orang Brazil artinya siap berteriak sampai serak saat tercipta suatu gol dan membawa kegembiraan itu pulang ke rumah untuk selanjutnya menghadapi masalah sehari-hari, mulai dari kemacetan, hutang dan kemiskinan." Tidak heran kalau rakyat Brasil kini seakan kecewa dan bersedih dengan timnya yang bermain tanpa sensualitas, tanpa kegembiraan dan miskin gol. Lagu bossa nova, Chega de saudade yang berarti kira-kira bosan berharap dan menjadi hits pada tahun 1958 bersama Bim Bom mungkin mengungkapkan rasa kesedihan itu: Vai minha tristeza (akankah kesedihanku) E diz a ela que sem ela não pode ser (katakan padanya kalau tanpa dia aku tak bisa) Diz-lhe numa prece (katakana dalam doa) Que ela regresse (agar dia kembali) Porque eu não posso mais sofrer (tanpa dia ku tak bisa menderita lebih lagi) Chega de saudade (bosan berharap) A realidade é que sem ela não há paz (pada kenyataannya, tanpanya tiada damai) Não há beleza (tiada keindahan) É só tristeza e a melancholia (hanya kesedihan dan melankolia) Que não sai de mim, não sai de mim, não sai (yang tak kunjung meninggalkanku) Neymar dan rekan-rekannya tidak hanya berjuang untuk merebut piala dunia. Melipur lara rakyat Brasil yang didera kemiskinan, kesenjangan, dan menghindari bentrokan antar kelas sosial di jalanan, itulah yang dibebankan di pundak mereka. Bisakah mereka akhirnya bermain lepas dari tekanan besar ini dan kembali menampilkan sensualitas seperti tahun 1958? ---------------------------- *KM2: Kamis Melodis Bagian ke-2
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H