Lihat ke Halaman Asli

Joko Prihanto

Dosen | Pendeta | Fans Manchester United

Tak Harus Kaya Untuk Memberi

Diperbarui: 17 Juni 2015   11:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sebagian orang meyakini bahwa kondisi 'kaya' secara status sosial  adalah alasan utama untuk seseorang bisa menjadi dermawan. Tetapi argumentasi itu telah berulang kali terpatahkan. Ada sekian banyak kisah yang mengaskan bahwa kedermawanan adalah soal keluasan hati, bukan soal banyaknya materi yang dimiliki.

Aiam Chabhiranon, seorang pria difabel sebatang kara dengan kesulitan berjalan dan memakai tongkat membuktikan bahwa kedermawanan dimulai dari hati yang tak melekat kepada uang. Kondisi lemah dan perbedaan kemampuan fisik itu memaksanya untuk tak banyak bisa berbuat sesuatu. Waktunya dari pagi hingga petang dihabiskan dengan mengemis di jalanan Wat Rai Khing, kawasan kuil Nakhon Pathom, Distrik Sam Phran, Thailand.

Pada awal April 2011 silam, ada kejadian menghebohkan saat seorang pengemis tak dikenal menyumbang 400.042 Baht (sekitar Rp 125.000.000,-) ke kuil Nakhon Pathom agar para jemaat bisa membeli bunga teratai. Dan kemudian diketahui bahwa pengemis itu adalah Aiam. Pria renta itu sudah mengemis selama 35 tahun dengan meletakkan kotak besi kecil untuk mengumpulkan uang. Sesudah terkumpul, dengan kantong plastik besar ia menyimpan uangnya.

"Saya memberikan semuanya pada para biksu," kata Aiam seperti dikutip media. Porntep Patthawee, seorang yang telah bekerja di kawasan Wat Rai Khing selama 3 tahun mengatakan, Aiam yang rendah hati itu mengundang simpati orang-orang yang melihatnya. "Paman Aiam tidak meminta uang, dia hanya duduk di sana dan diam," kata Porntep. Ia tak tahu benar sejak kapan Aiam mendonasikan hasil mengemisnya itu. Dia ingat, pertama-tama Aiam memberikan ribuan Baht, kemudian puluhan ribu Baht dan hingga ratusan ribu Baht bila dijumlahkan dalam setahun.

Apa yang dikerjakan Aiam itu merupakan sebuah kerelaan yang dilandasi kesetiaan dari tahun ke tahun. Pilihan ini sulit karena iapun memiliki keinginan dan tentu saja kesempatan untuk menggunakan uang yang dikumpulkannya itu bagi dirinya sendiri. Ia membutuhkan kesejahteraan hidup dan pemenuhan-pemenuhan kebutuhan lainnya.  Tetapi pilihannya ia jatuhkan pada jalan memberi untuk sesuatu yang ia yakini.

Pemberian, bagaimanapun, adalah sebuah pengorbanan. Itu sebabnya Rasul Paulus memotivasi agar jemaat Korintus (2Korintus 9:6-10) melakukannya dengan beberapa prinsip:

Pertama, pemberian adalah sebuah langkah menabur. Benih yang ditabur tidak akan langsung dapat dinikmati hasilnya. Ada waktu untuk menunggu dan ini selalu merupakan sebuah pengorbanan.

Kedua, pemberian yang berkenan adalah sesuatu yang dilakukan dengan dasar kerelaan, bukan dengan paksaan dan kesedihan. Kerelaan akan mengantarkan seseorang pada pemberian dalam kegembiraan. Mereka yang melakukannya tidak pernah merasa tertekan, tertipu atau merasa rugi.

Ketiga, memberi juga membuat mereka yang melakukannya berkesempatan untuk mempraktekkan iman kepada Allah. Mereka tahu persis bahwa Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia dan memberikan kecukupan, bahkan berkelebihan dalam kebajikan.

Jadi, untuk dapat memberi, kita tak perlu menunggu kaya raya terlebih dahulu. Untuk menjadi dermawan, tak perlu menunggu status sosial jutawan. Yang perlu kita lakukan adalah kerelaan untuk melangkah, disertai kegembiraan dan harapan kelimpahan dari Tuhan, sebagaimana Ia telah mencukupi segala kebutuhan kita selama ini. Selamat memberi!***




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline