Lihat ke Halaman Asli

Joko Susilo

all about me

Berlarilah

Diperbarui: 16 November 2022   07:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Hanya ingin memindah atau menyalin permenunganku dulu. Ketika awal memulai hobi berlari. Tahun 2015, aku menulis begini:

Melaksanakan anjuran teman.
Lomba lari kemarin, ada beberapa kesamaan dengan yang pertama. Lombanya berjudul lari, namun sama, banyak peserta berjalan (termasuk saya, kadang berlari, sering jalannya). Kemudian, tidak ada kategori grup, namun sama saja, mereka berkelompok dalam jumlah beragam, kebanyakan berdua, berpasangan (sedih).


Ada juga yang membuat lomba kemarin menarik. Dari judul, ada label international. Lalu jumlah peserta, mencapai 15 ribu lebih. Ada peserta-peserta dengan tampilan menarik dan unik. Satu hal menarik perhatian saya lebih dari yang lain. Di salah satu titik, beberapa peserta memotong jalur lomba dengan menerobos pagar pembatas. Menarik untuk ditelaah.

Apakah mereka merasa tak mampu menyelesaikan lomba sesuai dengan jarak dan rute yang sudah ditentukan, sehingga mereka harus memotong jalur supaya bisa menyelesaikan lomba? Jika benar demikian, mungkin mereka belum tahu bahwa ada lomba yang lebih ringan.
Apakah mereka tidak tahu jalur, sehingga harus memotong untuk kembali ke jalan yang benar? Jika benar demikian, mungkin mereka harus lebih memperhatikan.
Apakah mereka "terpaksa" berlomba, sehingga harus memotong jalur untuk meringankan "penderitaan"? Jika benar demikian, mungkin mereka seharusnya mengubah sudut pandang, mengubah paksaan menjadi latihan badani (yang lebih bermanfaat).
Namun demikian saya bukanlah hakim atas mereka. Saya sama seperti mereka, peserta dalam lomba lari ini. Saya hanya berusaha menarik benang perak dari kejadian itu.

Jika hidup ini diibaratkan lomba lari, mari kita belajar.
Kita boleh dan bisa memilih jenis berat lomba yang sesuai dengan kemampuan kita. Tidak perlu memaksakan diri. Tidak perlu hidup mewah jika memang berat tuntutannya. Imbasnya melalui jalan-jalan yang tidak semestinya. Ada gaya hidup sederhana, sebenarnya, jika mereka tidak malu menjalaninya. Dan sederhana itu tidak memalukan, sama sekali.
Kebanyakan orang tidak akan tahu akhir hidupnya menuju ke mana, dan harus melewati jalan yang mana. Namun mereka dapat melihat jalan hidup orang-orang benar sebelum mereka, setidaknya itu adalah panduan. Jika mereka mau jalan di jalur yang benar, sebenarnya hanya perlu memperhatikan panduan yang benar.

Orang yang terlahir ke dunia ini, dapat dikatakan "terpaksa". Dan iya, hidup akan menjadi semakin berat untuk dijalani, apalagi jika kita harus berlari, tidak sekedar berjalan. Namun apakah kita harus memilih jalan pintas? Beratnya jalur akan melatih keteguhan hati kita mengeras, mengolah keuletan kita menjadi liat. Jalan pintas hanya akan membuat lomba menjadi percuma, jalan pintas hanya akan membuat hidup sia-sia. Kita akan kehilangan nilai-nilai yang menjadikan hidup pantas untuk dijalani, kita akan kehilangan medali sebagai wujud penghargaan atas usaha keras dalam menjalani lomba. Bahkan jika mungkin, ketika dipaksa berjalan satu mil, jalan lah dua mil.

And in the end, run toward the finish line my friend. Try as hard as you can, and believe that in the race of life God will make your sweat turned into medallion. #Borobudur10K

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline