Lihat ke Halaman Asli

Joko Ade Nursiyono

TERVERIFIKASI

Penulis 34 Buku

Di Balik Capaian Indonesia sebagai Upper Middle-Income Country

Diperbarui: 6 Juli 2023   17:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi (Shutterstock/David Carillet via KOMPAS.com)

Beberapa hari lalu, secara kebetulan saya membaca sebuah artikel yang menyita penglihatan. Artikel tersebut meng-highlight peresmian Indonesia telah berstatus sebagai negara berpendapatan menengah atas (Upper Middle-Income Country) oleh Bank Dunia.

Dengan berdasar data Gross National Income (GNI), Bank Dunia melihat Indonesia berhasil meningkatkan GNI-nya sebesar 9,8 persen, dari yang semula 4.170 USD menjadi 4.580 USD. Capaian ini menunjukkan kemajuan ekonomi yang signifikan bagi Indonesia sekaligus membuat saya tercengang.

Kendati demikian, di balik capaian tersebut, saya perlu mengingatkan Indonesia bahwa tantangan besar masih menghingagpi negara ini, salah satunya adalah tingginya tingkat pengangguran struktural.

Pengangguran struktural merupakan jenis pengangguran yang terjadi sebagai efek ketidaksinkronan antara keahlian tenaga kerja yang tersedia dengan permintaan pasar tenaga kerja.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, bulan Februari 2023, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia mencapai 5,45 persen. Dalam angka absolut, ada sekitar 7,99 juta orang menganggur. Meskipun terjadi penurunan bila dibanding Februari 2022 yang sebesar 5,84 persen, TPT Februari 2023 tampak masih cukup tinggi sekaligus menunjukkan permasalahan serius di balik capaian GNI.

Selain itu, penurunan TPT juga terlihat bertentangan dengan tingkat kesempatan kerja yang ada. Pada bulan Februari 2023, tingkat kesempatan kerja mencapai 94,55 persen, angka ini tercatata meningkat bila dibandingkan Februari 2022 yang sebesar 94,17 persen.

Hal ini dapat dimaknai meski ada kesempatan kerja yang tersedia, masih banyak pencari kerja dengan keterampilan yang tidak sesuai permintaan pasar tenaga kerja.

Penyebab pengangguran struktural

Pengangguran struktural di Indonesia sendiri disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, perubahan teknologi memainkan peran penting dalam menciptakan ketidaksesuaian antara keterampilan tenaga kerja dan kebutuhan pasar kerja.

Kemajuan teknologi bisa mengubah tuntutan pasar kerja serta membuat beberapa jenis pekerjaan menjadi usang alias tidak relevan. Pekerjaan yang membutuhkan keterampilan tradisional atau manual mungkin digantikan oleh otomatisasi atau proses produksi yang lebih efisien.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline