Lihat ke Halaman Asli

Joko Ade Nursiyono

TERVERIFIKASI

Penulis 34 Buku

Perlunya Pendidikan Statistik bagi Jurnalis Media

Diperbarui: 20 Juli 2017   16:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Judul tidak tepat, sumber: cnnindonesia.com

Pemberitaan media dewasa ini kelihatannya lebih baik. Di dalam informasi yang mereka publikasikan, pembaca umumnya sudah bisa membedakan antara fakta dan opini. Aspek ini menjadi penting mengingat demikian meluasnya informasi palsu atau hoax yang bertebaran di masyarakat. Terlebih lagi bagi mereka yang kesehariannya merupakan konsumen media sosial.

Dunia jurnalis menjadi satu-satunya tempat untuk membina penulis yang andal dalam menyajikan berita kepada publik. Selain itu, kebutuhan informasi yang valid dan akuntabel saat ini makin meningkat. Kendati demikian, beberapa media informasi publik ternyata masih perlu untuk melakukan pendidikan kepada para jurnalisnya, terutama soal statistik.

Judul tidak tepat,sumber: detik.com

Beberapa waktu lalu misalnya, media daring detik.com memberitakan soal angka kemiskinan Indonesia per Maret 2017 lansiran Badan Pusat Statistik (BPS). Dalam artikel singkat mereka menuliskan bahwa angka kemiskinan Indonesia dapat diukur dengan rasio Gini. Entah sama entah beda, informasi ini juga sama persis dengan pemberitaan pada CNN Indonesia beberapa waktu lalu. CNN Indonesia juga menuliskan bahwa angka kemiskinan itu diukur dari rasio Gini.

Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan bidang statistik untuk jurnalis media masih sangat kurang. Pemahaman mereka terhadap konsep dan definisi istilah statistik dan ukuran statistik pun demikian. Rasio gini bukanlah angka kemiskinan. Rasio Gini pada dasarnya adalah indikator ketimpangan. Sekali lagi bukan angka kemiskinan.

Lebih lanjut, media kontan.co.id menuliskan pemberitaan bahwa rasio Gini merupakan ukuran ketimpangan pendapatan. Hal ini tidaklah tepat, sebab di Indonesia, pendekatan yang digunakan untuk menghitung rasio Gini adalah pendekatan pengeluaran. Dalam artian, rasio Gini di Indonesia menunjukkan ukuran ketimpangan pengeluaran. Bukan ketimpangan pendapatan.

Berdasarkan beberapa cara mengintepretasikan angka statistik yang dirilis BPS tersebut, sudah seyogyanya pihak media melakukan studi atau pendidikan statistik bagi jurnalis mereka. Sebab, bila konsep dan definisi yang mereka sajikan salah, maka semua pembaca juga menerima informasi yang salah pula mengenai sebuah istilah di bidang statistik. Oleh karena itu semestinya diberikan dan diulas dengan definisi yang benar serta sesuai dengan konsep dan definisi dari BPS sebagai bank data Indonesia.(*)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline