Lihat ke Halaman Asli

Joko Ade Nursiyono

TERVERIFIKASI

Penulis 34 Buku

Bijak Menyikapi Pencabutan Subsidi Listrik

Diperbarui: 16 Juni 2017   21:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Pencabutan subsidi listrik secara bertahap akan dilakukan oleh pemerintah. Masyarakat pun menyambutnya dengan beragam ekspresi. Ada yang langsung amarah karena menambah biaya hidup. Ada yang diam karena tak tahu apa-apa soal kebijakan ini. Bahkan, tak sedikit masyarakat mengkritik dari yang implisit maupun ceplas-ceplos.

Kita tentu paham bahwa listrik merupakan penunjang pokok keseharian kita. Mulai dari penerangan malam hari hingga menghangatkan air untuk membuat secangkir kopi. Kehidupan yang makin modern, membuat kita mengubah pola hidup yang lebih mangkus dan sangkil. Memasak kalau dulu memakai pawon dan kompor minyak, sekarang memakai penanak listrik three in one atau all in one.

Situasi yang terlampau nyaman membuat kita naik darah bila sedikit saja terusik. Kebijakan pemerintah soal pencabutan listrik tentu membuat kita terganggu. Kenaikan Tarif Dasar Listrik terus meningkat dari Rp. 1.300,- per KWH hingga menjadi Rp. 1.700,- per KWH menjelang Agustus 2017 nanti.

Pusing bukan? Memang. Beli token listrik yang awalnya Rp. 50.000,- dapat 41 KWH, kini cuma dapat 35 KWH saja. Harga listrik seakan menambah beban hidup secara signifikan. Yang tak susah, kini dadanya terasah susah. Yang awalnya bahagia, kini jadi cemberut.

Tetapi, sekarang coba kita cek datanya. Berdasarkan data MESDM dan PLN (2017), segmen 450 VA di Indonesia berjumlah 23,1 juta pelanggan. Segmen 900 VA dalam kelompok 1 sebanyak 4,1 juta pelanggan dan kelompok 2 sebanyak 19 juta pelanggan. Sesuai komitmen pemerintah dengan "judul" subsidi listrik tepat sasaran tahun 2017, yang tidak disubsidi dan yang akan dicabut subsidinya adalah yang segmen 900 VA. Yang segmen 450 VA tidak.

Selain itu, kebijakan pencabutan subsidi listrik 900 VA tidak serta merta dieksekusi begitu saja. Ada tahapan perencanaan serta upaya penyusunan data terpadunya. PLN pada Januari-Maret lalu ternyata telah melakukan pendataan langsung sebagai upaya mencocokkan data pelanggan PLN.

Hasilnya, dari sebanyak 4,1 juta pelanggan yang merupakan segmen 900 VA, hanya 3,9 juta pelanggan saja yang teridentifikasi pengguna PLN, sisanya sebanyak 196.000 masih "gak jelas" menggunakan PLN atau tidak. Di sisi data saja, pemerintah tampaknya hendak merapikannya.

Kebijakan menuju pencabutan subsidi listrik 900 VA juga tak asal-asalan soal siapa sih target alokasi subsidi itu?.

Sasaran pertama target subsidi listrik adalah rumah tangga yang terdaftar dalam data terpadu Program Penanganan Fakir Miskin. Termasuk mereka yang tinggal di rusunawa dan rusunami.

Kedua, penerima subsidi listrik itu adalah rumah tangga yang salah satu anggota rumah tangganya memiliki kartu pemerintah, baik KPS, KKS, KIP atau KIS.

Sasaran ketiga adalah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Namun tentu, syarat perlu untuk mendirikan UMKM haruslah terdaftar dahulu dan mempunyai izin usaha. Di samping itu, sebenarnya pemerintah ingin meningkatkan peran sektor UMKM karena dinilai sebagai sektor produktif dan berdaya serap SDM yang tinggi. Pemerintah mau iming-iming sebetulnya, "mau dapat subsidi listrik 900 VA? yuk usaha UMKM" begitu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline