Bermula dari sekedar membaca dan menulis bergenre ringan dan renyah, saat ini merupakan suatu kepuasan tersendiri bila seseorang mampu menghasilkan karya berbentuk buku. Apalagi, buku solo yang notabene merupakan buku karya pribadi. Membaca merupakan bekal bagi seorang penulis untuk memperkaya alur berpikir saat menulis. Tak sedikit orang yang tidak mampu menulis hanya karena berhenti di tengah-tengah disebabkan oleh stagnansi pikiran dalam merangkai kata dan kalimat. Itu masih pada taraf menulis, apalagi berlanjut dengan membuat sebuah buku?.
Membaca adalah bekal menulis. Tanpa membaca atau yang lebih lagi, hobi membaca, seseorang tak akan mampu termotivasi dan terinspirasi untuk menulis, terlebih lagi membuat buku. Oleh karena itu, langkah awal yang harus dimiliki oleh seseorang apabila ia ingin menulis hingga mencapai target menjadikannya sebagai buku adalah banyak membaca literatur. Apabila dalam diri seseorang masih dihinggapi rasa malas atau memalaskan diri, boleh jadi suasana hati yang tidak mood, biasanya ia akan gagal di awal, itu masih dalam tahapan "akan" lho...atau "mau" menulis.
Telah kita ketahui bersama, perkembangan literasi Nusantara sudah berkembang sejak sebelum merdeka. Lebih mencolok bila kita amati perkembangan sastra semisal puisi, cerita pendek (cerpen) atau novel. Dari serentetan penulis memang sungguh luar biasa bila dilihat--maklum, hidup ini saling sawang-sinawang--bahkan, ada penulis yang sangat produktif menciptakan karya literasi atau bacaan yang karyanya sangat laris di pasar, ada juga yang berbekal satu buah karya dalam bentuk buku mampu "mengambil hati" pembacanya. Maka tak mengagetkan bila ada saja buku yang dicetak berulang kali karena saking larisnya dan saking relevannya seiring perubahan zaman.
Seseorang yang berkeinginan menulis dan menghasilkan sebuah buku kebanyakan memiliki masalah saat ia merintis karyanya. Ada yang kurang semangat, ada yang stagnan berpikir sehingga mandeg di tengah, ada pula yang memang bisa menghasilkan sebuah buku hanya saja kualitasnya masih kurang, hal yang sangat maklum bagi penulis pemula.
Saat ini, tepat setahun bagi saya menekuni dunia menulis. Awalnya, saya mempunyai greget menulis dan terus menghasilkan tulisan melalui Kompasiana.com. Meski sebelumnya saya telah tertarik menulis dan beberapa kali iseng mengikuti event kepenulisan, greget saya dalam menulis semakin membara ketika saya merasa mendapatkan outcome berupa kepuasan tersendiri apabila tulisan saya banyak yang membaca, apalagi saat tulisan saya nongol di sederatan artikel yang terpilih admin Kompasiana.com sebagai artikel Headline. Kepuasan-kepuasan itu kemudian menjadi amunisi kuat dalam diri saya untuk mengembangkan apa yang saya dapatkan dari menulis. Sejak saat itulah, saya berinisiatif merintis dengan membulatkan tekad untuk menulis sebuah buku.
Dimulai sejak Desember 2014, keinginan saya untuk menciptakan buku semakin kuat, apalagi dengan kepuasan luar biasa saat mengetahui artikel saya nyempil dalam headline di beberapa kategori artikel Kompasiana.com. Sejak saat itu, saya menyusun strategi membuat dua buah buku sekaligus dengan menyicil tulisan setiap hari. Aktivitas menulis biasa saya lakukan seusai kerja sehingga antara hobi dan pekerjaan tidak saling tumpang tindih dan terjadi secara alamiah. Selama menunggu tulisan demi tulisan menjadi suatu kumpulan tulisan, membangun link dengan penulis-penulis dan pihak-pihak yang pada waktunya berperan penting terhadap produk saya dalam bentuk buku merupakan hal yang teramat penting. Sebab, dari mereka lah saya mampu melihat kualitas tulisan saya. Tak hanya itu, Kompasiana.com juga merupakan ajang penilaian kualitas tulisan saya sehingga saya perlu memutuskan apakah tulisan saya perlu diubah atau hanya sekedar diedit.
Setelah mendapatkan satu produk buku awal, seluruh format penulisan dan kawan-kawannya saya simpan dan sebagai back up saya karantina dalam media penyimpanan dokumen online. Mulai dari halaman judul, kata pengantar, daftar pustaka, daftar isi, daftar gambar, daftar tabel hingga format lampiran dan biografi penulis, semua saya simpan. Format inilah yang saya gunakan sebagai beberapa format dasar dalam menyusun sebuah buku. Bila genre buku dan kontennya berubah, mungkin perubahan dengan treatment tertentu akan sangat mudah dan efisien waktu.
Niat memang menjadi fondasi utama seorang penulis. Konten buku yang disesuaikan dengan kebutuhan tentu memerlukan perjuangan ekstra. Konten merupakan tantangan yang paling penting menuju ketercapaian penulis menghasilkan sebuah buku. Maka, sebelum menulis konten buku, saya melakukan survei pasar dengan mengunjungi toko-toko buku terdekat dan melihat kesamaan, keumuman serta kelemahan apa yang dimiliki oleh buku bergenre dan berkonten relatif sama. Dari informasi itulah, saya menciptakan formulasi tersendiri mengenai konten buku saya.
Di awal, buku yang berhasil saya buat untuk pertama kalinya adalah buku Formula Ampuh Ujian Nasional bidang Matematika, Fisika dan Bahasa Inggris untuk siswa SMP. Dari hasil tersebut, kemudian saya membuat konten buku untuk kalangan yang sama dengan judul Formula Ampuh Ujian Nasional mata pelajaran Biologi SMP. Kedua buku tersebut saya terbitkan pertama kali secara self publishing sebuah penerbit indie. Berbekal beberapa format dalam buku yang masih tersimpan, format tersebut kemudian saya ubah kontenya dan elemen lain yang perlu diubah dalam pembuatan buku Ngedate Bareng Matematika, Yuk! untuk siswa SMA. Setelah kedua buku pertama kali terbit, buku kedua ini saya mencoba untuk menembus penerbit yang mempunyai pasar lebih luas meski dengan self publishing dan situs buku online.
Selisih 3 bulan, saya berhasil menciptakan konten dengan bekal format sebelumnya dengan genre yang berbeda--dengan mengembangkan format baku yang tidak banyak berubah--, yaitu menulis buku Kompas Survei Ubinan yang merupakan buku pertama kali saya mencoba menembus kalangan perguruan tinggi dan instansi pertanian. Dari keuntungan menjual produk yang telah terbit, saya mengembangkan lebih lanjut dengan mengubah konten buku dengan format baku yang sama namun saya mulai menyentuh buku bergenre fiksi yang saya beri judul Jomblo Ahli Fatwa. Buku fiksi tersebut saya terbitkan lagi secara indie, tak ada alasan lain karena mungkin inilah bonusnya seorang penulis, harus menelan pahitnya ditolak oleh penerbit ekslusif alias penerbit mayor, hehehe...
Ah, tapi saya tak begitu saja menyerah dengan kenyataan yang ada. Saya harus tetap bergerak di tengah lengahnya hiruk-pikuk pekerjaan yang membuat sibuk tiada hentinya. Tak lama. Mungkin jarak sebulanan lah, format yang telah saya perbaiki sesuai dengan buku terakhir kali saya terbitkan untuk kemudian saya ubah kontennya menjadi buku non-fiksi lagi, hehehe..., saya beri judul Menguasai Integral dalam Sekejap, sebuah buku yang saya tulis bersama teman saya. Untuk karya satu ini, karena masih saya anggap belum mencapai target halaman untuk menembus penerbit mayor, maka saya putuskan untuk tidak menerbitkannya dalam waktu dekat.