Lihat ke Halaman Asli

Joko Ade Nursiyono

TERVERIFIKASI

Penulis 34 Buku

Eksistensi Tuhan di Balik Angka Nol

Diperbarui: 23 Desember 2015   14:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Angka 0 dibaca "nol" entah kenapa dalam kehidupan ini angka nol disimbolkan demikian. Tetapi yang jelas, angka nol dinilai merupakan angka yang sebenarnya mengejawantahkan filosofis kehidupan mahluk di bumi. Sebagai salah satu angka, nol sejatinya dapat menerangkan adanya hakikat penciptaan, maklum, nol sendiri juga dapat dipandang sebagai mahluk, meskipun mahluk mati, tetapi yang jelas ia merupakan sebuah objek yang diciptakan.

Telah kita ketahui bahwa kehidupan mahluk berawal dari ketiadaan oleh suatu keberadaan. Nol, menunjukkan bahwa kehidupan mahluk di alam semesta ini berasal dari suatu ketiadaan yang pada waktunya berakhir pada suatu ketiadaan. Sebagaimana dimisalkan nol itu disimbolkan, diperlihatkan, atau ditampakkan bentuknya bersumber dari bolpoint. Sebelum ada tulisan yang disepakati sebagai simbol nol atau angka nol, ia mulanya merupakan tinta yang terlarut dalam air, tidak dapat dibedakan keduanya dan sekaligus menunjukkan hakikat keberadaan.

Pada tahapan inilah, unsur keberadaan itu sulit dibedakan dengan yang akan dibuat ada, yaitu ciptaan. Kemudian, tinta itu digoreskan pada ruang kosong yang dapat diejawantahkan sebagai kertas yang kosong. Antara nol dan kosong terdapat perbedaan. Pada awal penciptaan angka nol, awal mula penulisannya itu berbentuk titik.

Ya, sebuah titik. Noktah titik. Suatu keberadaan yang bermakna menjelaskan ketauhidan atau kepercayaan terhadap keberadaan Tuhan. kemudian, dari titik itu muncul lah suatu tanda-tanda kehidupan, goresan dari titik kemudian bergerak melingkar dan membentuk angka nol. Pada tahapan ini, kehidupan manusia memang mulai dari tiada, yakni lahir di dunia tak memakai apa-apa dan berakhir tanpa membawa apa-apa. Ia menunjukkan tanda-tanda kehidupan dengan bergerak dan bernafas, dalam konteks lain manusia melakukan aktivitas atau beramal.

Kemudian, goresan melingkar itu berhenti ketika simbol nol tersebut sudah terbentuk. Berawal dari titik, kembali pada titik yang sama, dan berhenti alias tidak lagi menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Begitu pun mahluk, terkhusus manusia, ia lahir untuk kemudian kembali lagi ke sebuah kondisi ketiadaan yang diciptakan oleh suatu keberadaan, inilah letak tauhid.

Angka nol memang menunjukkan suatu nilai, nol merupakan nilai terendah, nilai awal, nilai bawah, tetapi perlu diketahui bahwa nol lah yang dapat dijadikan sebagai pijakan menilai amalan mahluk, khususnya manusia. Apabila selama goresan angka nol itu terbentuk secara utuh, belum terbentuk angka lain, yaitu 1, 2, 3, dst sampai 9, maka pada kondisi itulah mahluk atau manusia dapat dinilai seberapa bernilai kah kehidupannya. Goresan menuju angka nol memang secara linier terhadap waktu, meskipun dalam kesepatannya, waktu itu terus berulang. Tetapi, selama goresan angka nol itu berlangsung, usia tampak linier dan tidak berulang. Dengan demikian, telah terbukti bahwa angka nol merupakan simbol keberulangan waktu tetapi tak berulang dalam penulisan nol itu, hanya sekali, dan menunjukkan bahwa kehidupan alam semesta ini hanya sekali terjadi.

Bernilai tidaknya mahluk atau manusia dalam kehidupan dapat ditunjukkan seberapa besar angka yang terbentuk selama goresan nol itu berlangsung. Semakin besar angka yang terbentuk, semakin besar kebermanfaatan dan kebernilaian dari waktu dan kehidupan mahluk tersebut yang sekali terjadi. Tentu kita telah mengetahi bahwa 90 akan sangat bernilai daripada angka 20. Apabila yang terjadi adalah angka 100 atau berulangnya kehidupan, itu hanya masalah waktu dan nasib saja yang mungkin berulang, namun kehidupan akan sekali berlangsung, yaitu simbol nol itu sendiri. Jadi, seberapa besar nilai yang terbentuk selama angka nol secara utuh terbentuk itulah suatu indikator nilai atau amal mahluk--dalam hal ini manusia--selama ia hidup. Ia hidup sebagai iyyaka (berhadapan dengan suatu keberadaan Tuhan) sebelum menuju atau kembali atau ilaihi (kembali kepada yang menciptakan, yaitu Tuhan).




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline