Kelapa sawit sejatinya bukan tanaman asli Indonesia. Tanaman ini berasal dari Afrika yang dibawa bangsa barat dan kemudian dikembangkan di Indonesia. Suatu berkah Tuhan Yang Maha Kuasa bahwa alam Indonesia cocok untuk budidaya kelapa sawit.
Berkah tersebut, tidak diberikan kepada negara-negara di Afrika (sebagai asal tanaman kelapa sawit) maupun kepada negara-negara di Eropa (sebagai bangsa pertama yang mengembangkan kelapa sawit di Indonesia). Sebaliknya, justru bangsa Eropa lah yang pertama kali menikmati hasil keuntungan industri kelapa sawit Indonesia, yakni di jaman kolonial hingga program nasionalisasi tahun 1959.
Hingga tahun 1980 kelapa sawit hanya diusahakan oleh perusahaan besar baik negara maupun swasta, dan bisa dikatakan bahwa industri kelapa sawit kurang berkembang. Sejak akhir tahun 80-an, dengan adanya program PBSN (Perkebunan Besar Swasta Nasional), pengembangan perkebunan kelapa sawit dimulai kembali.
Dan sejak saat itu perkebunan besar secara bersamaan diminta untuk membangun perkebunan untuk rakyat melalui program kebun Inti-Plasma (Nucleus Estate Smallholder). Program ini kemudian dikembangkan lebih luas yang disinergikan dengan program transmigrasi (PIR-BUN dan PIR-TRANS).
Hasilnya, terjadilah percepatan pembangunan perkebunan kelapa sawit rakyat. Sampai saat ini, perkebunan kelapa sawit Indonesia telah mencapai 7,5 juta hektar. Sekitar 3 juta hektar di antaranya (sekitar 40%) adalah perkebunan rakyat, baik dalam bentuk Plasma maupun Swadaya dengan produksi CPO (Crude Palm Oil) mencapai 20 juta ton setahun.
Sebagai suatu industri, kelapa sawit adalah penghasil terbesar pendapatan ekspor non-migas dengan kontribusi terhadap PDB sekitar 11%. Tenaga kerja dan atau petani yang terlibat langsung (on-farm) sekitar 3 juta kepala keluarga atau 10 juta jiwa.
Melihat besarnya index multiplier effect, baik backward maupun forward, diperkirakan total tenaga kerja yang terlibat langsung maupun tidak langsung adalah 5 juta kepala keluarga (Nurrohmat, 2010).
Selain menyerap tenaga kerja yang sangat besar, industri kelapa sawit diyakini pula sebagai pionir dalam pembangunan wilayah pedalaman. ini karena ketika perkebunan kelapa sawit dibangun maka akan diikuti dengan pembangunan pabrik pengolahan, infrastruktur jalan, pelabuhan khusus, sarana pendidikan, sarana ibadah, sarana ekonomi, dan sebaainya.
Banyak kabupaten baru mekar, atau setidaknya kota/pusat perekonomian muncul karena salah satunya alasan perkembangan industri sawitnya. Bayangkan, aliran uang (cash flow) dari suatu perkebunan kelapa sawit diperkirakan tidak kurang dari 10 milyar rupiah per bulan. Wajar jika perkebunan kelapa sawit selalu berkembang menjadi pusat kegiatan ekonomi di daerah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H