Lihat ke Halaman Asli

Menyongsong Integrasi Asuransi ASEAN

Diperbarui: 4 Oktober 2016   09:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Dalam pidato kuncinya pada Indonesian Young Leaders Forum II 2013 yang diselenggarakan oleh Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) di Jakarta minggu lalu, Presiden SBY mengingatkan kembali pentingnya bersiap diri menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Peningkatan daya saing menjadi faktor kunci dalam memenangi persaingan MEA yang akan terbentuk kurang dari dua tahun lagi.

Kompleksitas isu di tiap sektor ekonomi dan tenggat waktu yang ketat untuk mencapai target-target yang ditetapkan dalam cetak biru MEA menjadi tantangan tersendiri untuk dikelola. Sebuah komite nasional MEA yang akan segera dibentuk – meski agak terlambat – sangat mendesak untuk segera bekerja. Tugas pokoknya melakukan koordinasi lintas sektor dan antar pemangku kepentingan, sesuatu yang 'mahal' di negeri ini.

Koordinasi mutlak diperlukan mengingat setiap sektor ekonomi memiliki forumnya sendiri dengan pemangku kepentingan yang berbeda. Pada agenda besar pembentukan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi, misalnya, isu yang dibahas meliputi bagaimana agar lalu lintas perdagangan barang, jasa, investasi, modal dan tenaga kerja dapat bergerak bebas antar negara. Kelima isu tersebut dibahas oleh kelompok kerja (working group) yang berbeda dan melibatkan regulator yang beraneka rupa. Tentu tak ketinggalan peran serta pelaku usaha, akademisi dan masyarakat luas yang peduli akan dampak dari terbentuknya MEA.

Meskipun dibahas terpisah, pada hakekatnya kelima elemen tersebut saling terkait satu sama lain. Ekspor suatu komoditas, misalnya, pasti juga melibatkan peran sektor jasa seperti transportasi, logistik, telekomunikasi, dan keuangan. Kegiatan ekspor juga erat kaitannya dengan investasi yang melibatkan pula lalu lintas uang dan modal antar negara. Kegiatan ekspor pun pasti memerlukan sejumlah tenaga kerja terampil dan produktif dalam proses produksinya. 

Ilustrasi tadi menggambarkan betapa tali temali pembentukan pasar tunggal dan basis produksi ASEAN memiliki simpul satu sama lain. Diskusi mengenai MEA harus diletakkan dalam kerangka berpikir integratif sebab MEA dibentuk dengan keinginan menjadi kawasan ekonomi yang menyatu dengan segenap sumber daya yang dimilikinya. Dengan demikian ASEAN dapat tumbuh dan berkembang menjadi kekuatan ekonomi yang diperhitungkan di tingkat global.

Sebagai kawasan ekonomi yang terintegrasi tentunya peran sektor keuangan dalam MEA memegang peranan sangat penting. Tak hanya memiliki fungsi strategis dalam kegiatan intermediasi, sektor keuangan juga sangat berperan dalam menciptakan dan menjaga kestabilan ekonomi di kawasan. Kondisi ekonomi dan keuangan yang stabil akan memberikan kepastian dan rasa aman dalam berusaha.

Karena perannya yang sangat strategis itulah maka sektor keuangan pun perlu terintegrasi di kawasan. Inisiatif untuk menyatukan sektor keuangan ASEAN sesungguhnya bukanlah ide yang baru. Di bawah forum para menteri keuangan ASEAN pada tahun 2003 diluncurkan Peta Jalan Integrasi Moneter dan Keuangan ASEAN (RIA-Fin). Penjabarannya melalui pengembangan pasar modal, liberalisasi jasa keuangan dan neraca modal, dan kerjasama mata uang ASEAN.

Namun dalam perkembangannya integrasi keuangan dirasakan berjalan sangat lamban, bahkan diskusi kerjasama mata uang tidak berlanjut. Salah satu sebabnya adalah ketidakjelasan arah penyatuan moneter dan keuangan itu sendiri. Baru kemudian ketika pembahasan tentang pembentukan MEA mulai digulirkan dan terasa lebih konkrit dengan diterbitkannya Cetak Biru MEA pada tahun 2007 oleh seluruh pemimpin ASEAN, diskusi tentang integrasi keuangan kembali mengemuka.

Perlahan tapi pasti diskusi tentang integrasi sektor keuangan ASEAN mulai menunjukkan pola dan bentuknya ketika seluruh gubernur bank sentral ASEAN bertemu pada tahun 2011 di Bali. Mereka meluncurkan Kerangka Kerja Integrasi Keuangan ASEAN (AFIF), dengan agenda prioritas integrasi pada sub sektor perbankan karena perannya yang paling dominan di seluruh anggota ASEAN. Seiring dengan itu dilakukan pula diskusi tentang kebebasan lalu lintas modal dan penyatuan sistem pembayaran sebagai pendukung integrasi keuangan.

Sejak saat itu dimulailah babak baru upaya penyatuan sektor keuangan di ASEAN dengan membentuk panitia pengarah yang dipimpin oleh pejabat setingkat deputi gubernur. Di level teknis dibentuk gugus tugas yang saat ini dipimpin bersama (co-chair) oleh Bank Indonesia dan Bank Negara Malaysia.

Bersamaan dengan itu diskusi penyatuan dan pengembangan pasar modal pun dilakukan pada forum terpisah, yang diikuti oleh seluruh otoritas pasar modal di ASEAN (ACMF). Belakangan (awal 2013) mulai dibahas integrasi asuransi ASEAN di bawah kolaborasi antara Panitia Kerja Liberalisasi Jasa Keuangan (WC-FSL) dan Regulator Asuransi ASEAN (AIRM). Dengan demikian, tiga pilar utama sektor keuangan ASEAN (perbankan, pasar modal dan asuransi) praktis secara paralel mulai bergerak ke arah integrasi. Sektor keuangan yang terintegrasi merupakan syarat mutlak mendukung integrasi ekonomi secara keseluruhan dan pada saat yang sama industri keuangan ASEAN menjadi tuan rumah di kawasan sendiri, di tengah dominasi industri keuangan non ASEAN.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline