Bagi yang tinggal atau pernah mampir di kota pelajar tentu akan merasakan bahwasanya jalanan semakin ramai dan macet. Jalanan semakin ramai kendaraan pribadi karena penduduk yang semakin bertambah. Macet tak lagi dapat dihindari karena jalanan yang tetap seperti itu adanya. Memang ada penataan, perubahan ke jalur satu arah, dan pelebaran. Namun jika jumlah kendaraan semakin bertambah maka usaha tersebut tidak akan bertahan sampai akhirnya macet selalu jadi pemandangan umum.
Kata tetangga: "sekarang di satu rumah, setiap orang punya satu motor." Sepeda motor sudan menjadi kebutuhan super penting, dari pergi bekerja, pergi sekolah, mengantar anak, rekreasi, sampai pergi ke warung yang berjarak 20 meter. Di tengah lautan sepeda motor dan mobil di kota pelajar ini tentu banyak juga yang melihat bus Trans Jogja. Di tengah bus-bus lain yang tak lagi beroperasi di kota dan kabupaten sekitarnya, Trans Jogja menjadi harapan transportasi umum yang dibanggakan. Namun harapan untuk membanggakan bus itu semakin pudar karena melihat isi busnya yang selalu sepi.
Ingin rasanya Trans Jogja yang menjangkau lebih banyak tempat, memiiki lebih banyak armada, jalur, dan halte sehingga lebih banyak orang dapat bepergian dengan nyaman tanpa kehujanan di musim penghujan. Namun nyaman itu relatif karena banyak orang sudah lebih nyaman dengan motor dan mobilnya. Kita sudah terbiasa naik kendaraan pribadi, sehingga seberapa banyak armada dan jalur maka nasibnya akan sama saja, meredup dan menghilang.
Apakah kita masih dapat berharap untuk memiliki transportasi umum malah menjadi pertanyaan yang egois. Mengapa kita memaksakan untuk perlu transportasi umum, tetapi kebanyakan dari kita sudah lebih nikmat bersama kendaraan pribadi yang bisa berhenti sampai di dalam rumah masing-masing. Biarlah budaya naik transportasi umum itu untuk masyarakat Ibukota dan masyarakat di negara-negara maju itu.
Sebagai pihak yang merasa perlu adanya transportasi umum maka harapan itu selalu ada. Demi menghidari kemacetan dan kecelakaan maka transportasi umum harus selalu tersedia. Jika masyarakatnya masih menganggap transportasi umum tidak praktis dan merepotkan tentu harus ada kebijakan untuk membatasi kendaraan pribadi dan membuat masyarakatnya naik transportasi umum.
Semoga para pemangku kebijakan di kota pelajar dan kabupaten sekitarnya dapat menyadari bahwa kota ini semakin macet sehingga membutuhkan lebih banyak Trans Jogja atau transportasi umum lainnya. Namun yang lebih penting adalah membudayakan untuk naik transportasi umum, kalaupun tidak dibudayakan, mungkin bisa dengan cara dipaksa. Dipaksa dengan kebijakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H