Menanti buka puasa di masjid adalah kegiatan yang menyenangkan dan membawa berkah bagi umat muslim di berbagai negara. Di masjid Niujie, Beijing, masyarakat tempatan dan orang asing berkumpul di depan masjid untuk menunggu saat berbuka tiba.
Kenangan masa kecil di masjid desa kembali terbawa saat para ibu-ibu dan bapak-bapak di masjid Niujie saling membantu menyiapkan takjil berupa makanan kecil dan minuman untuk menyegerakan buka puasa.
Tradisi menyiapkan takjil ternyata juga ada di sebuah masjid tua, di Tiongkok ini, atau mungkin di banyak masjid yang tersebar di lebih dari 30 provinsi.
Masjid Niujie adalah yang tertua di Beijing. Dibangun pada tahun 996 saat Dinasti Liao (907-1125) berkuasa dan kemudian diperluas pada zaman Dinasti Qing oleh kaisar Kangxi. Masjid ini terletak di distrik Xicheng dan dikelilingi oleh pemukiman yang dihuni kurang lebih 10.000 orang muslim.
Arsitektur masjid Niujie merefleksikan percampuran budaya Arab dan Tiongkok, secara fisik masjid Niujie seperti paviliun khas istana-istana raja, dibangun dengan kayu yang solid dengan warna merah yang mendominasi.
Di bagian dalam, terlihat kaligrafi-kaligrafi Arab menghiasi. Masjid Niujie juga pernah dikunjungi oleh 2 presiden Indonesia, Abdurrahman Wahid dan Joko Widodo.
Jam berbuka di Tiongkok lebih lambat sekitar 90 menit dari Indonesia atau sekitar pukul 19.30. Beberapa menit sebelum waktu berbuka, para imam atau ulama masjid yang berjumlah 6 orang datang dan berdiri di depan masjid, diikuti oleh masyarakat yang berdiri dan merapat berhadap-hadapan.
Salah satu imam sebagai pemimpin memulai acara dengan mengucap salam. Kultum pun dimulai dengan tema-tema ringan tentang bulan Ramadhan, puasa, dan tata cara ibadah.
Sekitar 5 menit ceramah singkat dibawakan dan bel berbuka berbunyi. Segera imam menyelesaikan ceramahnya dan memimpin berdoa sebelum menyantap takjil. Setelah berdoa para hadirin mendekat ke meja-meja dan mulai menyantap takjil bersama-sama.