Menelusuri kata serapan berarti melihat perkembangan kontak budaya asing dan jejak-jejak perubahan keadaan masyarakat. Dengan menggali sejarah perkembangan kosakata akan ditemukan gambaran dari sejarah perkembangan masyarakat.
Orang-orang Indonesia, dari awal masehi, telah melakukan kontak budaya dengan bangsa luar, dengan bangsa India, Tiongkok, Arab, Portugis, Belanda, Inggris, dan Jepang. Kontak budaya dengan berbagai latar belakang sejarah juga meninggalkan jejak berupa kata-kata serapan yang berhubungan dengan aspek, sosial, politik, agama, hukum, dan kuliner.
Terkait kuliner, tentu menjadi ciri khas pada kata-kata serapan dari bahasa Tionghoa di dalam bahasa Indonesia. Selama lebih dari seribu tahun masyarakat Indonesia telah mengalami kontak budaya dengan bangsa Tiongkok dan menghasilkan berbagai asimilasi budaya yang unik, salah satunya dalam bidang kuliner. Bukti yang dapat ditelusuri adalah melalui kata serapannya sebagaimana kata serapan Tionghoa memiliki karakter pembeda dengan kata serapan asing lainnya.
Meskipun di sini digunakan istilah bahasa Tionghoa, namun saya maksudkan tidak hanya Mandarin, namun juga untuk bahasa-bahasa daerah seperti bahasa Kanton, Hokkien, Hakka, dan lain-lain. Kosakata kuliner Tionghoa juga menunjukkan perjalanan sejarah dan budaya masyarakat Indonesia hidup berdampingan orang-orang Tionghoa.
Seiring perkembangan waktu masakan Tionghoa diperkenalkan, dijual, diajarkan serta diwariskan. Kemudian secara produktif dikembangkan oleh orang Indonesia sehingga menyatu menjadi bagian dari kuliner masyarakat Indonesia.
Rahman (2016) dalam bukunya berjudul Jejak Rasa Nusantara, Sejarah Makanan Indonesia menjelaskan bahwa gelombang migrasi orang-orang Tionghoa dibarengi juga dengan dibawa masuknya berbagai bahan makanan baru seperti dasun/bawang putih (Allium sativum) hingga kedelai (Glycine soja).
Jejak-jejak warisan Tionghoa yang paling umum adalah pembuatan sejenis minuman fermentasi dari getah manis sadapan pohon palma (Palmae), minuman sari tebu, serta pembuatan gula aren dari getah palma atau tebu.
Teknik menggoreng cepat dengan wajan, mi, pertanian dan pembudidayaan beras, kedelai, kacang tanah, dan tebu, hingga teknologi pengolahan makanan dan minuman berhasil dikembangkan di Nusantara sebagaimana mulanya lazim dipraktikkan orang-orang Tionghoa.
Dari kata serapan Tionghoa yang didapatkan dari buku Loan-Words in Indonesian and Malay oleh Russel Jones (2008) didapatkan sebanyak 35 kata terkait kuliner. Dari 35 kata tersebut dapat dikategorikan menurut bahan, nama masakan, penganan, minuman, dan metode memasak. Hampir seluruh kata Tionghoa terkait kuliner sangat familiar dan sering kita dengar.
Bahan
Nama Masakan
Penganan
Minuman
Metode Memasak
Pengaruh kuliner Tionghoa di Indonesia secara intensif barangkali dimulai sejak awal abad 15 seiring frekuensi migrasi yang meningkat, ditandai dengan komunitas Tionghoa, baik Hokkian, Hakka, ataupun Tiochiu bermukim di beberapa kota besar atau daerah pesisir di Indonesia.