Lihat ke Halaman Asli

Darurat Preman

Diperbarui: 26 Juni 2015   12:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan kali ini ada kaitannya dengan beberapa kejadian yang terjadi di Negeri kita Indonesia. Banyak dari kita pastinya sudah tahu dan langsung bisa membayangkan jika mendengar kata ” PREMAN ”. Berbadan besar penuh tatto, berambut panjang, tampang sangar dan sempoyongan, beristrikan senjata tajam, suka mabuk-mabukkan, parkir liar, pengamen jalanan, pengatur antrian angkutan umum, pengawal pribadi, penjaga keamanan liar, pemungut restribusi liar, suka membuat keonaran dan suka di tuduh sebagai sampah masyarakat.

Sebenarnya itu bukanlah sosok Preman yang sesungguhnya, tapi pantasnya sebagai Kriminal, karena Preman adalah sosok manusia yang merdeka, yang mengerti dan menghormati kebebasan, preman bukan jagoan dan juga kriminal tapi preman menolak penjajahan. Kalau kriminal ya katakan saja sebagai kriminal, kalau maling ya katakan saja maling, kalau bandit ya katakan saja bandit, atau koruptor ya katakan saja koruptor.

Seperti beberapa kejadian bentrokan antar warga yang terjadi di Tanah Tinggi Johar, Tarakan dan yang baru-baru ini terjadi di depan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pastilah yang di catut dan dikambing hitamkan nama Preman, sungguh tragisnya bangsa kita ini yang sudah sangat rapuh dari sikap toleransinya, tenggang rasa, kebersamaan dan kepedulian kepada sesama. Aksi-aksi demikian seharusnya tidak perlu terjadi, jika masing-masing massa yang bentrok itu bisa saling menjaga diri dan tidak mudah untuk terhasut. Tapi disisi lain nilai solidaritasnya sangat tinggi, tapi solidaritas yang salah kaprah.

Janganlah kita mulai dikaburkan dengan hasutan-hasutan yang dapat menghilangkan kasus yang sebenarnya. Dan cobalah untuk mulai membedakan mana aksi preman dan yang bukan. Mulailah untuk membuka forum-forum diskusi untuk menyelesaikan masalah. Dan hindari bentrok yang bersifat etnis dan agama.

ilustrasi foto : ANDRIMALAU/TRIBUNNEWS.COM

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline