Lihat ke Halaman Asli

Review Film "Soekarno" 'Tendensi Hanung Bramantyo Mengisahkan Soekarno'

Diperbarui: 4 April 2017   17:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

SOEKARNO: Tendensi Hanung Bramantyo Mengisahkan Soekarno

Semenjak bangkitnya film nasional di akhir tahun 90-an, sedikit sekali film bertema sejarah dan mengangkat kisah para pahlawan nasional. Film mengenai drama percintaan dan horor begitu eksis hadir di bioskop tanah air. Film-film perjuangan yang menceritakan kisah para pahlawan nyaris tidak ada yang hadir di layar lebar.

Film bertema sejarah yang objektif menjadi barang langka di Indonesia. Film Janur Kuning dan film G 30 S/PKI sangat-sangatlah fenomenal. Namun, dari sisi sejarah banyak yang menyangsikan. Kedua film tersebut, dianggap lebih bersifat politis. Karena lebih menguntungkan rezim yang berkuasa saat ditayangkan. Bahkan seiring bergulirnya waktu, dua film yang saya sebutkan di atas, banyak pihak yang merasakan kisah sejarah di film itu dipelintir sedemikian rupa dan membohongi masyarakat banyak.

Saya mungkin orang yang paling bahagia di Indonesia, ketika mendengar bahwa kisah mengenai Bapak Proklamator sekaligus Presiden pertama Indonesia tersebut akan diangkat ke layar lebar.

Kebahagiaan saya memuncak, ketika mendengar nama Hanung Bramantyo yang akan membesutnya.

Kehadiran MVP sebagai rumah produksi juga membuat lega. Dengan MVP, Hanung Bramantyo gilang-gemilang membuat film biopic KH. Ahmad Dahlan. Selain sukses di pasaran, film ini mendapat kritik positif dari media dan pujian dari para sineas.

Membuat film Soekarno, artinya menceritakan bagaimana sejarah Republik Indonesia berdiri.

Mengangkat ke layar lebar mengenai Sang Proklamator, berarti ada begitu banyak peristiwa penting dalam hidup Soekarno. Tentunya begitu banyak tokoh penting lainnya yang bersamaan hidup di jaman Soekarno. Mulai dari Hatta, Syahrir, Agus Salim, dan HOS. Cokroaminoto. Selain itu, masih banyak nama pahlawan yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu.

Di kepala saya, masuk akal ketika Hanung mengatakan bahwa film Soekarno berhenti sampai Proklamasi 1945. Karena kisah hidup dan perjuangannya tidak mungkin terangkum dalam 2 jam di bioskop. Saya makin senang. Kesimpulan di kepala saya, kalau film ini sukses tentunya akan ada kisah lanjutan Soekarno yang menceritakan perjuangan pasca proklamasi 1945.

Soekarno Versi Hanung

Setelah menyimak Bapak Bangsa Soekarno selama 137 Menit, saya termenung ketika lampu bioskop menyala dan credit title muncul. Soekarno yang saya harapkan rupanya berbeda dengan visualisasi Soekarno versi Hanung Bramantyo. Literatur yang saya baca mengenai Soekarno mungkin berbeda dengan literatur yang menjadi patokan Hanung Bramantyo ketika menggarap Soekarno.

Sudut pandang saya setelah menonton film ini, Hanung menggambarkan semenjak kecil Soekarno sudah mempunyai bakat playboy layaknya don juan dengan memikat hati perempuan Belanda.

Setelah cinta-nya digagalkan oleh perbedaan kasta, hanya butuh adegan tak lebih dari 10 menit dinasehati HOS Cokroaminoto (Pendiri Sarikat Islam) dan tak butuh lama, Soekarno remaja terbakar rasa nasionalisme-nya ketika HOS Cokroaminoto berorasi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline