Lihat ke Halaman Asli

Kasus Pelajar vs Wartawan Sebagai Ajang Refleksi

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Kasus Pelajar vs Wartawan Sebagai Ajang Refleksi

Pelajar adalah manusia dan wartwan juga manusia. Kasus keributan antara sejumlah oknum pelajar SMA 6 dan sejumlah oknum wartawan di Ibu Kota menimbulkan banyak pertanyaan. Selain itu, telah melahirkan dua kekuatan yakni, kubu yang mendukung para pelajar dan juga kubu wartawan.

Tak dapat dipungkiri, kasus yang terjadi beberapa hari terakhir ini menarik perhatian banyak khalayak. Namun sebagai penikmat berita yang disajikan oleh para insane pers, lahir kekhawatiran dalam lubuk hati. Akibat dari peristiwa ini, sejumlah media yang nota benenya dikendalikan oleh wartwan sudah tidak menjungjung etika jurnaslistik.

Kini, keberhasilan dan kesuksesan media yang selama ini disanjung – sanjung menjadi sedikit tercoreng. Kecelakaan “kecil” ini seolah – olah hadir sebagai ujian bagi seluruh media masa di negeri ini, apakah akan tetap menjunjung tinggi misinya untuk tetap independen dan fairdalam menyajikan berita atau tidak? Rasa ketakutan akan perjalan dunia perss di negeri ini semakin mengganggu kalbu.

Alasan khawatir sebagai penikmat berita yang disajikan oleh para pemburu berita ini antara lain, jangan sampai para insane perss akan tergiring oleh rasa empatinya untuk membela sesame wartawan. Apabila hal ini sampai, maka berita yang disajikan oleh para wartawan di negeri akan menjadi pincang. Akibatany, harapan menuju perss yang betul – betul independen bisa jadi akan kandas di tengah jalan. Selain itu, tinta emas dan tajamnya kalimat para insane perss, sebagai penyambung lidahnya khalayak umum bukan tidak mungkin akan menjadi tumpul.

Bagi para insane perss di negeri ini, perlu melihat peristiwa ini sebagai ajang merefleksikan diri. Bisa jadi, peristiwa ini sebagai jawaban dari doa para korban “kekerasan” dari insane perss itu sendiri selama ini. Pasalnya, berdasarkan pengelaman yang terjadi image wartawan di mata masyarakat selama ini juga kurang baik. Hal ini disebabkan, ulah oknum wartawan yang salah menggunakan kebebasan perss.

Tak jarang, para oknum kuli tinta di negeri ini tertuma di daerah sering bertindak sesuka hati. Kartu perss, terkadang dianggap sebagai kartu mandra sakti. Dengan kartumandra saktinya, para oknum wartawan bertingkah seolah – seolah dunia ini milik mereka. Berprilaku di luar jalur dan etika jurnalistik. Akibatnya tindakan – tindakan sejumlah oknum wartawan yang tidak memiliki etika seperti ini sering meresahkan masyarakat umum. Para oknum wartawan yang kurang beretika seperti ini juga sering berupaya berlindung dibalik UU perss.

Apabila para insane perss ingin sukses dan tetap berada di hati masyarakat, maka harus tetap menjaga keseimbangan dalam menyajikan beritanya terutama dalam kasus ini. Selain itu, kasus ini diserahkan kepada pihak berwajib untuk diproses sesuai aturan yang berlaku. Para insane perss, jangan sampai terpengaruh dan akhirnya dalam menyajikan beritanya bukan lagi menunjukan, tapi malah mengatakan kepada pembaca tentang segala sesuatu yang telah terjadi. Bravo perss di Indonesia.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline