Lihat ke Halaman Asli

Dua Ribu Tigabelas

Diperbarui: 24 Juni 2015   18:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Apalagi gerangan yang ingin kita syairkan?  Semua telah didendangkan. Telah semua dinyanyikan. Sudah disenandungkan. Kisah apalagi jika bukan kisah senandung korupsi anak-anak durhaka negeri. Membuat rakyat berdarah-darah. Rayat berhasrat, apakah mungkin, misalkan, para pelacur korup, si anak durhaka, si malin kundang itu, di gantung di silang monas, ditelanjangi kegilaan mereka?

Karena rakyat telah sakit dan berdarah-darah oleh kebejatan para pelacur pejabat korup. Apalagi yang hendak kita senandungkan? Apalagi yang ingin kita dendangkan, senandung jolo tak lagi terdengar. Apalagi yang hendak kita syairkan? Para penyair telah memahat semua dalam tulisan pantun, sajak dan syair. Rakyat hanya bisa menepuk dada, sesak nafas mereka. Karena pelacur pejabat korup ,anak durhaka, tak hirau akan tangisan rakyat. Anak durhaka menjarah, ngerampok tanah dan hak rakyat.

Senandung bunga rindu takkan pernah selesai. Jika rakyat masih berdarah-darah. Jika rakyat masih terisak-isak. Syair akan terus dituliskan dan akan terus mengalir. Selama Merah Putih belum penuh berkibar dan rakyat masih meratap karena lapar. Syair akan mengalir terus.

1 Januari 2013




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline