Lihat ke Halaman Asli

Pemimpin yang Pandai 'Ngelawak'

Diperbarui: 18 Juni 2015   00:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ada suatu fakta lucu yang terjadi di tahun 2010 lalu, yaitu ketika Presiden Amerika Serikat Barrac Obama sedang hendak berpidato dalam sebuah acara amal. Mendadak logo podium The President of The  United States jatuh dan semua mata kaget dan mungkin juga khawatir dengan reaksi Sang Presiden. Tapi Sang Presiden  malah cengengesan sambil berkata" shhhht Anda semua di ruangan ini tahu kan, bahwa saya masih presiden Amerika ? Sontak semua yang hadir tertawa dan ketegangan pun mencair. Masih untuk mencairkan suasana, Sang Presiden lalu berkata dengan mimik agak serius " Saya tahu hal ini tidak biasanya, dan saya yakin di belakang sana ada yang sudah berkeringat dingin, tapi jangan khawatir hapus saja keringat Anda dan semuanya akan berlalu" . Hadirin kembali ketawa dan memberi aplause untuk Presiden mereka.

Untuk melengkapi cerita di atas saya tambahkan sebuah cerita tentang Laksamana Wiliam 'Bull' Halsey yang menjadi salah seorang panglima Armada perang Amerika paling disegani disamping Chester W. Nimitz dan Douglas Mac Arthur dalam perang Pasifik melawan Jepang. Ia terkenal pemberani, tegas  dan  sangat disiplin. Sikap dan penampilannya yang berwibawa menimbulkan rasa hormat dari seluruh pasukannya. Sampai suatu hari Halsey berjalan ke kantin kapal tempat prajurit-prajurit makan siang. Seorang prajurit yang tidak menyadari kehadiran Sang Laksamana berbicara keras-keras pada temannya. " Kamu tahu nggak demi anak sundal yang sudah  tua itu aku rela mati bertempur di belahan dunia manapun." Halsey yang tiba-tiba muncul langsung berkata" Hei prajurit aku belum tua!".

Dalam kasus Obama dan Halsey terlihat gaya kepemimpinan yang lebih cerdas dan  humoris  namun tetap berwibawa. Obama dan Halsey mungkin orang yang meyakini bahwa kepemimpinan yang efektif tidak harus dengan wajah yang dibuat angker atau agak sedikit kaku untuk membuat semua anak buah ciut nyali. Mereka berdua  juga pemimpin yang tidak percaya bahwa dengan tampil sangar dan wajah yang selalu serius mereka akan mendapatkan penghormatan dan rasa segan dari anak buahnya. Mereka tidak harus membuat kumis seperti Hitler, bercambang seperti Fidel Castro atau membentak dan memojokan anak buah bila sesuatu berjalan tidak semestinya. Justru dengan sikap humoris dan gaya yang tidak dibuat-buat itu mereka mendapatkan hak mereka sebagai pemimpin, dihormati dan disegani.

Dalam hemat penulis, seorang pemimpin memang dituntut memiliki ketegasan dalam bertindak dan bersikap, tapi itu tidak berarti menghilangkan sama sekali aspek-aspek yang bisa mendekatkan kepemimpinan dengan mereka yang dipimpin. Humor adalah jembatannya.  Dengan humor, seorang pemimpin terlihat lebih humanis dan lebih memiliki kepekaan terhadap persoalan rakyat. Kemampuan untuk bisa mencairkan suasana yang tegang menjadi lebih santai dengan menciptakan humor juga mengindikasikan kecerdasan seorang pemimpin. Sebab itu menandakan kecepatan merubah reaksi neural dari sesuatu yang serius menjadi sesuatu yang terlihat ringan.

Ketegasan memang adalah  inti dari kepemimpinan. Akan tetapi, ketegasan itu perlu diletakkan pada proporsi yang tepat, agar  tidak berubah menjadi kesewenang-wenangan atau arogansi kekuasaan. Seorang pemimpin seperti Obama bersikap sangat tegas terhadap mereka yang mau membakar Alquran, tapi disisi lain ia bersikap lembut dan humoris untuk hal yang selayaknya ia bersikap toleran. Itulah ciri pemimpin yang cerdas, mampu mengkombinasikan pengetahuan dan sikap sesuai dengan permasalahan yang sedang dihadapi.

Menjadi pemimpin memang tidak mudah. Karena itulah seyogyanya seorang pemimpin tidak lahir secara karbitan, tetapi terlebih dahulu melewati proses pendewasaan melalui beragam pengalaman. Pakar Manajemen Stratejik Bass dan Avolio menjelaskan  tipikal pemimpin yang mampu menjadi model bagi sebuah kepemimpinan yang sukses. Salah satu yang terpenting adalah berlaku  sebagai Inspirational motivation, yaitu memimpin dengan pendekatan visioner, mampu meningkatkan ekspektasi dan keyakinan para bawahan terhadap mission dan goals melalui cara yang menarik secara emosional.

Penulis tentu tidak menyarankan pemimpin-pemimpin Indonesia yang selama ini mendapat predikat "galak" tersebut untuk berubah menjadi sangat humoris dan menebar cerita lucu dimana-mana. Yang terpenting adalah adanya kemampuan untuk membuat orang terkaget-kaget dengan reaksi presiden yang lain dari biasanya.  Jiwa periang dan humoris bisa menjadi semacam media bagi interaksi emosional rakyat dengan sang pemimpin. Kita tentu tidak ingin melihat lagi pemimpin kita yang cemberut hanya karena nyamuk, padahal apa salahnya dengan gaya santai ia bertanya pada hadirin yang hadir, "siapa nih yang belum mandi?"  Semua akan tertawa, sekaligus akan mengoreksi kesalahan dan tidak mengurangi kesalahan yang sama.  Semua senang dan sejenak rakyat yang susah ini bisa terhibur dengan guyonan sang pemimpin yang dicintainya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline