Sapi adalah produk unggulan peternakan, betapa tidak, tanpa daging sapi tak akan terkenal nasi padang lengkap dengan rendangnya. Coba anda pergi makan siang ke restoran padang, maka disitu tak akan terlewatkan daftar menu rendang.
Tapi walaupun begitu, daging sapi selalu menjadi komoditas politik, bahkan sampai ketua umum partaipun sampai rela mendekam di hotel prodeo akibat tak tahan godaan politik daging sapi. Demikian juga akhir-akhir ini, dengan meningkatnya konstelasi politik dalam menghadapi pilkada, maka mau tak mau sapi juga nimbrung di dalamnya. Saking pentingnya politik sapi, bahkan calon peserta pilkada sudah mulai membandingkan bahwa harga daging sapi di negeri tetangga singapura lebih murah dibanding jakarta. Tapi sang calon tidak begitu bisa memaparkan apa tindakannya untuk minimal menyamakan harga daging sapi di jakarta dengan singapura.
Mungkin maksud sang calon, yang penting ada perbandingan harga, syukur-syukur para ibu rumah tangga mendegar, dan akhirnya mau belanja di singapura.... Wah, kalo begitu bisa-bisa daging sapi di jakarta turun, akibat pembeli banyak yang belanja di singapura..hehehe
Kadang saya berpikir jangan-jangan negara ini selalu memelihara politik daging sapi ya. Akhirnya saya sadari tingginya harga daging sapi sudah bisa diketahui alasannya. Tak perlu ilmu statistik menganalisisnya, lantas mengapa harga sapi bisa selalu tinggi?
Jawabannya adalah, di indonesia lebih suka memelihara kebodohan daripada memelihara sapi, makanya makin hari kebodohan makin gemuk, maka jangan heran seorang berpendidikan S-3 bisa diperdaya oleh dukun pengganda uang.
Ah, itu dululah, banyak2 malah gak ada yang baca.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H