Lihat ke Halaman Asli

John Rubby P

Planter yang selalu belajar

Tudingan Miring terhadap Industri Sawit tak Akan Reda

Diperbarui: 19 November 2015   17:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="lahan sawit. Dok. Pribadi"][/caption]

Belum satu bulan mereda akibat buruk kabut asap berlalu, kita saat itu disibukkan dengan berbagai sebab musabab. Tanpa perlu berfikir panjang, tudingan penyebab kabut asap dialamatkan pada perkebunan sawit. Pembukaan lahan untuk pembangunan kelapa sawit telah lama menjadi kampanye hitam LSM, baik dalam negeri maupun luar negeri. Yang paling getol mengampanyekan perilaku buruk perkebunan sawat adalah LSM "pencinta lingkungan" green peace.

Beberapa bulan yang lalau, menteri ekologi prancis mengatakan produk coklat nutella asal Italia mengandung minyak sawit, untuk itu dia menghimbau untuk tidak mengonsumsi nutella produksi italia. Pernyataan itu sontak mengangetkan banyak pihak, terutama produsen utama minyak sawit dunia, Indonesia dan Malaysia.

Pernyataan  menteri ekologi prancis itu sejatinya ada kaitannya dengan makin kuatnya penggunaan minyak sawit dibandingkan dengan minyak nabati lainnya. Sebab sawit hanya cocok untuk daerah tropis, sehingga negara sub tropis makin merasa was-was karena minyak nabati selain sawit makin tidak kompetitif.

Menghadapi berbagai tudingan miring tentang industri sawit, jauh hari produsen sawit telah membentuk wadah Rountable Sustainable Palm Oil (RSPO). RSPO dibentuk untuk menjawab tantangan industri sawit berkelanjutan. Penerapan prinsip RSPO diharapkan akan mampu membuat industri sawit hijau, lestari, dan berwawasan lingkungan, dan taat juga mematuhi aturan pemerintah dengan bertanggung jawab.

Walaupun RSPO sudah lama terbentuk, dan menjadi salah satu tolok ukur kepatuhan perusahaan sawit terhadap komitmen sawit lestari, tudingan terhadap industri sawit tidak mereda, bahkan cenderung makin meningkat. Pada tahun 2011 pemerintah indonesia menggagas standar industri sawit, yaitu Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). ISPO yang mengatur praktik berkelanjutan budidaya kelapa sawit, mulai dari pembukaan lahan sampai produknya menjadi biodiesel. Pedoman pembukaan lahan telah diatur sedemikian rupa dalam UU nomer 18, tahun 2004.

Selain arahan dan dorongan pemerintah melalui ISPO, para pemimpin pelaku usaha sawit di indonesia bermomitmen penuh terhadap pengembangan sawit dengan komitmen terhadap lingkungan. Dengan komitmen yang ada maka pembukaan lahan sawit diharapkan tidak lagi menciderai lingkungan yang lestari. Komitmen itu ditandatangani oleh empat perusahaan sawit, yaitu golden agri resources, wilmar internasional, cargill, dan asian agri. (Sumber, info sawit, 9 sept 2015). Komitmen yang disepakati adalah tidak membuka lahan di areal hutan, tidak membuka lahan gambut, tidak membuka areal dengan stok karbon tinggi, tidak menerimma TBS yang arealnya berlokasi di kawasan hutan.

Jika semua komitmen diterapkan dan bertanggung jawab, maka tudingan bahwa industri kelapa sawit merusak lingkungan, lambat laun akan semakin berkurang, dan penolakan penggunaan minyak sawit juga akan berkurang, dan berimbas pada hargaminyak sawit yang menggiurkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline