Lihat ke Halaman Asli

Handy Chandra Bassang

Sekadar mengisi waktu (kalau ada) || Semoga bermanfaat || E Cogito Ergo Sum

Bahan Bakar Methanol dalam Bisnis Pelayaran

Diperbarui: 5 Agustus 2022   23:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kapal kontainer milik perusahaan ONE dari Jepang. Sumber: https://theloadstar.com

Setelah sektor otomotif mulai bergerak mengurangi emisi karbon ke udara dengan mobil listrik, sektor pelayaran juga mulai bergerak ke arah yang sama, ekonomi hijau (green economy) dan teknologi bersih.

Perusahaan pelayaran ONE (Ocean Network Express) yang fokus di bidang transportasi kontainer, berencana membuat dan mengoperasikan kapal dengan bahan bakar methanol. Kapal-kapal kontainer baru dengan bahan bakar ramah lingkungan ini akan beroperasi mulai 2023-2025.

Pembaharuan jenis mesin kapal dengan bahan bakar methanol - yang merupakan hasil olahan dari gas alam (susunan senyawa kimianya CH3OH) - bermanfaat menurunkan pencemaran CO (karbon monoksida) ke udara. Selain itu, bisa menghemat anggaran pembelian bahan bakar minyak kapal (yang umumnya menggunakan solar, dengan tipe low speed diesel) antara 20-30 persen.

Nilai investasi kapal-kapal baru tersebut sebesar US$ 20 miliar, atau sekitar Rp. 300 triliun. Direncanakan akan ada 10 kapal dengan kapasitas 13.000 TEUs (twenty feet equivalent units. Ini merupakan ukuran kontainer 20 kaki). Kapal-kapal ini akan dibangun di Imabari Shipbuilding di Jepang dan Hyundai Heavy Industries di Korea Selatan.

Untuk info saja, tahnun 2021, ONE untung bersih US$ 15 miliar. Tahun 2020 US$ 3,4 miliar. Ruginya cuma tahun 2017 saat mulai berdiri. Dan sejak 2018 untung terus sampai tahun 2021.

Ekonomi Hijau (Green Economy) dan Keuangan

Paradigma pembangunan dengan pendekatan ekonomi klasik, yang hanya menekankan produksi tanpa mempedulikan lingkungan telah memberikan dampak buruk kepada ekosistem bumi. Suhu yang meningkat, es di kutub mencair, permukaan air laut naik 1 meter, dan udara semakin kotor adalah sebagian kecil dari banyak dampak buruknya.

Beberapa negara yang peduli akan rusaknya ekosistem bumi dan resiko bencana pembangunan tanpa kepedulian lingkungan, akhirnya mendirikan WCED.

Tahun 1982 adalah mulai berdirinya WCED (world commission on economic and development) yang merekomendasikan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dengan mempedulikan alam dan lingkungan. WECD ini dipimpin Gro Harlem Brundtland, yang merupakan Perdana Menteri Norwegia. Tahun 1987 WECD membuat laporan ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations) berjudul "Our Common Future", yang mendefinisikan pembangunan berkelanjutan. Selanjutnya UNEP (United Nations for Environmental Programme), yang merupakan badan dari PBB, mendetailkan konsep sustainable development menjadi green economy.

Konsep ekonomi hijau resmi diadaptasi setelah UNEP mengeluarkan "Green Economy Initiative" tahun 2008 untuk diterapkan semua negara anggota PPB.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline