Lihat ke Halaman Asli

Handy Chandra van AB (JBM)

Maritime || Marketing || Leadership

Mitigasi Kepunahan Fauna Laut | Mini-Notes Webinar

Diperbarui: 15 Juli 2020   16:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Direktorat KKHL, DJ-PRL, Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Makhluk genit itu bikin jantung meledak. Lagi enak-enakan mancing, tiba-tiba lompat dari samping perahu. Ngajak teman-temannya pula. Mereka berenam, tapi satu yang paling besar, yang bikin saya takjub.

Lompat ke udara sampai sekitar tiga (3) meter dari permukaan laut. Berentetan sekelompok menyusul mendobrak udara. Tahu-tahu di mulut mereka sudah ada ikan kecil. Byur .... masuk laut lagi. Diulang lagi, dan lagi. Tidak bosan kami melihatnya.

Itulah pengalaman di Kawasan Konservasi, Taman Nasional Laut Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Lokasi pengamatan ikan Lumba-lumba itu persis di depan pelabuhan laut pulau Wangi-wangi. Jam 05-07 pagi merupakan waktu ruaya mereka, kearah timur. Mengikuti pola arus Lintas Indonesia (Arlindo). Wakatobi ialah satu titik pengamatan, satwa laut yang dilindungi undang-undang.

Ada banyak spot seperti itu di seluruh Indonesia. Kiluan (pesisir barat daya) di Lampung, Lovina di pesisir utara pulau Bali, Raja Ampat di Papua Barat, Lamalera di Nusa Tenggara Timur (terkenalnya Ikan Paus), dan masih banyak lainnya. Silakan di jelajahi secara alami. Dijamin bergetar emosi dan syaraf-syarafnya.

Pagi ini, seorang teman baik, Cak Wardi panggilannya, pejabat Kepala Sie Perlindungan Jenis Ikan, kirim selebaran (flyer) acara Seminar Daring (Webinar). Acaranya dilakukan oleh Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut (KKHL), Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (DJ-PRL). Tema acaranya: Konservasi Ikan Terancam Punah di Indonesia. Bisa diikuti di media sosial youtube, berikut tautannya "[seminar daring] Konservasi Ikan terancam Punah".

Seminar yang menarik. Karena kita semua sadari, bahwa punahnya fauna perairan adalah bahaya bagi ekonomi dan peradaban bangsa kita. Sehingga, perlu untuk melakukan mitigasinya, secara Collaborative Leadership.

Perspektif collaborative leadership adalah ciri khas Bapak Dirjen PRL, Dr. Aryo Hanggono. Beliau adalah mentor dan pimpinan sejak masih berkantor di jalan MT Haryono dan di Pasir Putih, Ancol. Jaringan kolaborasinya sangat luas.

Berdasarkan pengalaman itu, bukan hal yang mengagetkan, bila Beliau menggandeng: Pusat Penelitian Biologi LIPI, WCS Indonesia Program (Wildlife Conservation Society, sebuah LSM luar negeri), dan Yayasan Alam Indonesia Lestari (LINI), untuk memberikan masukan dan membangun jejaring Konservasi Ekosistem Perairan Laut, untuk secara bersama memitigasi ancaman kepunahan fauna akuatik.

Dirjen PRL dan Direktur KKHL, Bapak Ir. Andi Rusandi MSi., membuka acara dan dilanjutkan presentasi-presentasi dari para pemakalah. Para penonton membludak, sampai 2.400-an pemirsa, dan yang suka sebanyak 462 akun. Penulis sambil menonton, juga sambil menulis di Kompasiana. Seperti kata pepatah, "Sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlewati".

Ada catatan menarik dari Dr. Aryo Hanggono. Beliau berkata, "Kita harus memahami konsep rantai makanan (piramida makanan) yg kita pelajari sewaktu di bangku SMP dulu. Kalau rantainya putus, maka punahlah satu sistem yg saling tersambung itu. Satu sistem punah, maka akan sangat mungkin menyebabkan kepunahan ekosistem lainnya. Oleh karena itu, mitigasi ini sangat penting. Jangan sampai ada satu sistem pun yang rusak."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline