Lihat ke Halaman Asli

Reuni SMAN 1 Kairatu yang Tak Terlewatkan

Diperbarui: 12 Maret 2017   04:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

21 tahun, ternyata waktu yang cukup. Cukup untuk meninggikan tubuh, menggemukan badan. Cukup untuk berkelana ke seantero penjuru. Ada yang berubah penampilan sehingga butuh beberapa menit untuk mengingat saat berjabat tangan. Perkenalan terjadi layaknya pertemuan pertama. Komentar singkat, dulu tidak seperti begini. Sudah tidak dikenal lagi. Bahkan ada yang bertanya itu siapa? Itu dulu jurusan apa? Padahal keluarga alumni yang dikira sesama alumni. Juga ada yang tertipu bahwa ada ajudan orang penting hadir memantau acara. Dapat ditebak selanjutnya, memanfaatkan sela-sela acara untuk berfoto, berdua, bertiga, bahkan beramai. Baik berselfie ria ataupun ikut bergabung pada rekan yang sedang berpose. Menarik untuk dicermati gaya berfoto, dominan membuat gaya jempol dan angka 2 dengan jari. Ada yang mengartikan dengan good untuk jempol dan victory/kemenangan untuk angka 2. Tidak sedikit juga yang menghubungkan dengan dinamika sosial politik yang menimpa wilayah dan negara akhir-akhir ini. Semuanya sah-sah saja karena inilah kebebasan berekspresi. Obrolan pun mengalir, ada yang mengenang sepatu temannya dibakar karena memakai yang tidak sesuai aturan, ada yang mengisahkan kena pukul rotan karena tidak kembali setelah bakti masal. Dijemur di tiang bendera bersama teman sekelas karena bolos bersama, ada yang kena pukul karena menirukan ibu guru yang sedang berdoa bersama di aula. Lebih memilih diam di toilet yang agak bau daripada masuk ruang kelas karena takut pada guru. Kisah-kisah ini dapat diperpanjang jika semuanya dapat diajak wawancara karena kenangan ini hanya melibatkan beberapa teman saja entah 1 kelas, satu jurusan, satu rute jalan pulang dan yang lainnya. Salah satu permainan yang digemari saat itu adalah main pena. Permainan untuk saling menjatuhkan pulpen lawan sehingga tersisa 1 pulpen di meja yang menjadi pemenang. Tak jarang meja guru dijadikan arena pertandingan karena ukurannya yang besar mengingat banyaknya yang berminat. Kelihaian dalam meletakkan posisi pulpen adalah satu penentu keberhasilan. Itulah sepenggal kisah di reuni yang dulu dianggap biasa namun 21 tahun kemudian menjadi cerita yang menyenangkan untuk dikenang bersama.       




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline