Lihat ke Halaman Asli

Y. P.

TERVERIFIKASI

#JanganLupaBahagia

Izin Frekuensi Akan Dicabut, Saham First Media Tergelincir

Diperbarui: 19 November 2018   16:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

First Media - Kompas.com

Pemberitaan miring terhadap sebuah perusahaan biasanya bisa berdampak kepada pergerakan harga saham perusahaan di lantai bursa. Hal tersebut ternyat juga dialami oleh PT First Media Tbk. Harga sahamnya agak tergelincir pada perdagangan hari ini. Pemberitaan yang kurang sedap terkait perusahaan adalah tentang keputusan Kementerian Komunikasi dan Informatika yang mencabut izin penggunaan frekuensi 2,3 GHz milik perusahaan dan PT Internux yang lebih dikenal sebagai Bolt. Untuk diketahui kompasianers, First Media adalah pemegang saham mayoritas PT Internux.

Garga saham First Media dengan kode KBLV pernah berada pada level Rp 505 per lembar saham pada tanggal 5 September 2018. Pada sesi pembukaan pagi tadi harganya sempat menyentuh Rp280 per saham, untung saja pada saat penutupan harganya naik jadi Rp 450.

Pergerakan Saham First Media - Dokumentasi Pribadi

Banyak analis yang memprediksi goncangan harga saham yang dialami oleh First Media tidak akan berlangsung lama. Hal itu disebabkan KBLV bukanlah emiten yang masuk dalam daftar LQ45. Artinya ini adalah saham yang jarang diperdagangkan atau bisa dibilang tidak liquid. Kebanyakan yang menanamkan saham disana adalah investor jangka panjang.

Belakangan ini beredar kabar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) akan segera mengeluarkan Surat Keputusan (SK) pencabutan izin frekuensi radio 2,3GHz tiga penyelenggara Broadband Wireless Access (BWA). Ketiga perusahaan tersebut adalah PT First Media Tbk (KBLV), PT Internux (Bolt) dan PT Jasnita Telekomindo. Jika SK telah ditandatangani para pejabat terkait, maka ketiga perusahaan wajib menghentikan layanannya segera setelahnya.

Pencabutan izin penggunaan frekuensi dilatarbelakangi oleh karena First Media dan Bolt belum kewajiban membayar BHP frekuensi radio di 2,3 GHz untuk tahun 2016 dan 2017. Jumlah tunggakan pokok dan dendanya ternyata cukup tinggi yaitu Rp364 miliar, sedangkan Bolt agak lebih kecil yaitu Rp343 miliar. Jika ditotal kedua anak perusahaan Grup Lippo ini totalnya sekitar Rp 707 miliar. Berbeda dengan kedua perusahaan tadi,  tunggakan dan denda Jasnita hanya sebesar Rp 2,19 miliar saja.

Pelanggan Jangan Sampai Dirugikan

Saya pikir terkait hal ini harus ada win win solution agar pelanggan tidak sampai dirugikan. Apakah ada solusi teknis untuk pelanggan yang sudah terlanjur membeli paket kuota Bolt? Seharusnya uang tersebut harus dikembalikan jika izin frekuensi 2,3 GHz dicabut oleh kemenkominfo.

Dalam pernyataan resmi First Media melalui konsultan komunikasinya, Jumat (16/11/2018) menegaskan, perkara frekuensi 2,3 GHz ini tidak akan membuat layanan ke pelanggan terganggu. Sebab selain memanfaatkan Frekuensi 2,3 GHz, layanan First Media juga mengandalkan kabel serat optik. Penyedia layanan ini sendiri dikelola oleh entitas anak First Media lainnya, PT Link Net Tbk (LINK).

Sebagai tambahan, First Media dan Internux sejatinya juga telah mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Niatnya untuk membatalkan surat-surat Kominfo terkait pencabutan izin frekuensi 2,3 GHZ tersebut. "Dengan demikian, Gugatan TUN tersebut tidak berdampak apapun terhadap layanan TV Cable & Fixed Broadband Cable Internet First Media yang disediakan oleh Link," tulis First Media. (sumber)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline