Cuti bersama Lebaran 2018 akhirnya sudah diketok palu oleh Pemerintah. Maksudnya adalah sudah menjadi keputusan final setelah mengalami dinamika pro dan kontra beberapa minggu belakangan ini.
Pemerintah memutuskan cuti bersama Idul Fitri 1439 H tetap mengikuti Surat Keputusan Bersama (SKB) yang telah ditandatangani tiga menteri pada 18 April 2018 lalu, yaitu tujuh hari. Dengan demikian, libur cuti bersama pada Idul Fitri 2018 adalah tanggal 11, 12, 13, 14, 18, 19, dan 20 Juni 2018. (sumber)
Saya tidak tahu apakah anda pro dengan kebijakan ini atau justru kontra. Saya mencoba membahasnya secara netral dari beberapa sudut pandang.
Sudut Pandang Pengusaha
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menyatakan tidak setuju dengan adanya kebijakan ini.
"Ya, memang kalau masalah penambahan cuti bersama akan berpengaruh dari segi produktivitas, lalu juga akan berpengaruh pada biaya," ujar Ketua Umum Apindo Hariyadi B Sukamdani kepada Kompas, Senin (23/4/2018) (sumber)
Wajar saja bila para pengusaha protes, mengingat hari Raya Lebaran jatuh pada bulan Juni. Sedangkan bulan Juni adalah akhir dari triwulan kedua. Bulan yang sangat menentukan laporan kinerja triwulanan perusahaan.
Bulan Mei saja sudah ada 3 hari libur diluar akhir pekan. Dengan adanya Surat Keputusan Bersama (SKB) yang telah ditandatangani tiga menteri ini, maka bulan Juni hanya akan ada 12 hari kerja untuk perusahaan tipe 5 hari kerja dalam seminggu. Sedangkan untuk perusahaan tipe 6 hari kerja seminggu hanya ada 16 hari kerja.
Setiap hari raya umumnya pengusaha mengharapkan kinerja yang cemerlang, apalagi yang bergerak disektor barang dan jasa. Target sudah pasti tidak akan diturunkan, tetapi hari kerja untuk mengerjakannya justru berkurang. Maka breakdown target hariannya di bulan Juni akan menjadi sangat besar dan berat untuk mengejarnya.
Selain itu pengusaha tentu akan mengeluh jika layanan perbankan akan ikut diliburkan. Mereka akan kesulitan untuk melakukan aktivitas keuangan.
Sudut Pandang Pegawai