Lihat ke Halaman Asli

Kavya

TERVERIFIKASI

Menulis

Sastra Reboan bagi Siapa Saja

Diperbarui: 4 Juni 2024   20:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagian penikmat sastra di Sastra Reboan, Wapress, Bulungan, Jakarta Selatan, 29 Mei 2024. (Foto : Dok.Reboan)

Salah satu gelaran Sastra Reboan yang terasa beda berlangsung di akhir Januari 2009. Saat itu acara setiap Rabu di akhir bulan mengambil tema "Aku dan Bahasa".

Selain beberapa penyair yang mengisi acara, terdapat tujuh mahasiswa asing yang turut membaca puisi. Semua puisi itu karya penyair Indonesia yang sudah dikenal luas, seperti Sapardi Djoko Darmono, Abdul Hadi WM dan Sutardji Calzoum Bachri.

Mereka merupakan mahasiswa program BIPA (Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing) STBA LIA Jakarta. LIA juga menampilkan Teater Pintu 310 pimpinan Iwan Sulistiawan, yang popular dengan nama Bung Kelinci.

Teater yang berdiri sejak tahun 2002 tampil mengapresiasikan puisi "Sepisaupi" karya Sutardji Calzoum Bachri secara teaterikal.

Tak hanya mahasiswa dari berbagai negara itu saja yang pernah tampil di Sastra Reboan". Setahun kemudian, akhir Juli 2010 musisi asal Jepang Chiku Toshiaku juga menunjukkan kebolehannya di panggung usai mengadakan pertunjukan di beberapa kota di Indonesia.

Reboan, sebutan akrab Sastra Reboan, merupakan panggung sastra yang bermula dari ide Johannes Sugianto (Yo) yang kemudian digelar pertama kali pada 30 April 2008 di Wapress, Bulungan, Jakarta Selatan. Gelaran yang tak lepas dari dukungan dan perhatian dari manajemen Wapress yang terdiri dari para seniman dan sastrawan.

Waktu lalu menjadi penentu. Beberapa penggiat sibuk dengan kewajiban utamanya di keluarga dan pekerjaan. Lalu ada penggiat lain yang dengan sukarela dan antusias membantu perjalanan Reboan.

Satu nama yang menjadi penasihat, mengawal perjalanan Reboan hingga kini adalah Aloysius Slamet Widodo. Pengusaha properti yang gila puisi menjadi penjaga api semangat Reboan.


Ngobrol

Mereka yang bahkan tidak pernah menulis puisi bisa datang, berbaur dengan sesama peminat atau pemula, atau membaca puisi di panggung Reboan. Kalau tidak, duduk manis menikmati puisi dengan secangkir kopi atau wedang jahe.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline