"PSS Sleman Nunggak Gaji 2 Bulan, PSM 1 Bulan". Begitu judul berita di harian Jawa Pos edisi 14 Juli 2020. Berita yang cukup menyentak itu merupakan kasus yang pertama kali terjadi di kompetisi Liga 1 2020.
PSS sendiri baru ganti kepemilikan di awal 2020 setelah saham mayoritas PT Putra Sleman Sembada (perusahaan yang menaungi PSS) yang dikuasai Soekeno, taipan properti, dibeli oleh Palladium Pratama Cemerlang. Komisaris Utama PT PSS dijabat oleh Agus Projosasmito.
Keterlambatan gaji itu, meski bisa dimaklumi terjadi di tengah pandemi Covid-19, makin membuka mata kita seperti apa kondisi klub-klub Liga 1.
Mereka akan mengikuti kompetisi lanjutan pada 1 Oktober 2020 hingga 28 Februari 2021 (6 bulan). Bisa dibayangkan situasi yang terjadi di klub-klub Liga 2 dengan krisis finansial yang terjadi saat ini akibat pandemi itu.
Kondisi yang menimpa klub-klub Liga 1 dan 2 bisa dimaklumi. Mereka sudah membuat rencana anggaran, mengontrak pemain (baik yang lama maupun baru), mendapatkan sponsor dan program pelatihan. Semua itu ambyar ketika pandemi melanda, dan kompetisi dihentikan sementara.
Di tengah situasi itu, keran dana tetap mengucur, terbesar untuk membayar gaji pemain, staf pelatih dan karyawan. Mereka mendapatkan gaji penuh untuk bulan Maret. Bulan berikutnya, April-Juni pemain mendapatkan 25% dari nilai kontrak. Karyawan pun tak luput,dari pemotongan gaji, setidaknya di sebagian klub, yang besarannya bervariasi.
Saya kira, keterlambatan pembayaran gaji tak hanya melanda PSS dan PSM. Klub-klub lain juga mengalami hal sama, hanya tak terendus atau diberitakan oleh media.
Analogi sederhana, jika untuk membayar pemain dengan 25% saja saat ini sudah kelimpungan, bagaimana nanti untuk pembayaran gaji September 2020 hingga berakhirnya kompetisi pada akhir Februari 2021.
Seperti diketahui, PSSI telah mengeluarkan keputusan (Surat Keputusan (SK) PSSI nomor SKEP/53/VI/2020) yang di dalamnya mengatur gaji pemain dan pelatih. Untuk klub Liga 1 pada kisaran 50%, dan Liga 2 kisaran 60%.
Istilah "kisaran" itu dipertanyakan oleh Asoasi Pemain Profesional Indonesia (APPI). Mereka menganggap PSSI telah melanggar kesepakatan yang didapat antara keduanya. Kesepakatan itu menyebutkan bahwa gaji pemain dan pelatih di Liga 1 minimal 50%, sedangkan untuk Liga 2 minimal 60%.
Dalam SK tersebut tidak diatur bagaimana besaran gaji untuk bulan Juli dan Agustus. Hal ini dianggap janggal karena lewat keputusan sebelumnya justeru ditentukan besaran gaji untuk April --Juni yakni 25%. Akibatnya klub pun memberi tafsiran sendiri bahwa gaji Juli-Agustus tak beda yakni sebesar 25%.