Lihat ke Halaman Asli

Johan Wahyudi

TERVERIFIKASI

Guru, Pengajar, Pembelajar, Penulis, Penyunting, dan Penyuka Olahraga

Lima Faktor Penyebab Anak SMP Nggak Bisa Baca

Diperbarui: 25 September 2024   08:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Guru menjadi penentu kualitas pendidikan (Foto: Penulis)

Tadi sempat baca share temen di FB. Intinya, ada anak SMP tapi belum bisa baca. Saya pun komen, nggak kaget. Sekarang ini kita menuju negeri terbalik dengan semangat Kartini: Habis Terang Terbitlah Gelap.

Fenomena anak SMP nggak bisa baca karena memang sistem pendidikan kita amburadul. Kurikulum yang mestinya jadi alat untuk mencapai kompetensi justru mengamputasi tujuan itu. Ada lima bukti, yakni dibatasinya peran guru, banyaknya beban murid dan guru, ditiadakannya ujian, bebasnya asal guru, dan hilangnya peran orang tua.

Dibatasinya Peran Guru

Sekarang itu guru tidak lagi menjadi penentu yang berhak menaikkan atau menidaknaikkan murid. Pokoknya murid harus dinaikkan, apapun kondisinya. Itu jelas konyol. Menaikkan murid ke kelas berikutnya adalah bentuk apresiasi atas prestasinya. Menidaknaikkan murid adalah bentuk pembelajaran bagi anak dan orang tuanya agar belajar lebih sungguh-sungguh. Paham to?

Bila ada murid SMP tak bisa baca, jangan disalahkan guru SMP. Guru SMP tentu akan menjawab, "Anak nggak bisa baca kok bisa lulus SD?"

Di sinilah akan terjadi debat kusir yang berkepanjangan karena guru SD tentu tak mau jadi kambing hitam sebagai pihak yang layak disalahkan.

Banyaknya Beban Murid dan Guru

Saat ini, setiap murid harus mempelajari puluhan pelajaran dalam satu jenjang. Bayangin saja, anak disuruh belajar sesuatu yang belum tentu dibutuhkan untuk masa depannya. Coba di awal tahun pelajaran, setiap murid hanya belajar sesuatu yang disukainya. Caranya, lakukan survey atau angket yang diisi murid dengan sepengetahuan orang tuanya. Kita arahkan si murid mencapai mimpinya itu.

Guru juga begitu. Banyaknya beban guru membuatnya malas mendidik murid penuh dedikasi. Bagaimana mungkin guru bisa konsentrasi mengajar bila setumpuk beban administrasi harus dikerjakan sendiri tanpa bisa diwakilkan. Mulai perangkat mengajar, tugas tambahan guru, hingga urus PMM. Praktis guru tak punya waktu cukup untuk mendidik murid secara serius. Bahkan mudah dijumpai guru yang tengah menyelesaikan tugas administrasi sambal mengajar muridnya di kelas.

Ditiadakannya Ujian

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline