Lihat ke Halaman Asli

Johan Wahyudi

TERVERIFIKASI

Guru, Pengajar, Pembelajar, Penulis, Penyunting, dan Penyuka Olahraga

Ngarang Biji

Diperbarui: 14 Desember 2017   21:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SekolahDasar.Net

Tulisan ini terinspirasi oleh status seorang teman di facebook.Ia adalah seorang guru di Jakarta. Jelang akhir semester, semua guru tentu wajib membuat Laporan Hasil Belajar (LHB) untuk disampaikan kepada orang tua. LHB merupakan cermin keberhasilan pembelajaran oleh guru dan pencapaian kompetensi oleh siswa.

Semestinya LHB disusun dan dilaporkan secara real alias sesuai kenyataan. Namun, guru mau tak mau harus ngaji alias ngarang biji alias nilai. Mengapa demikian?

Dalam pedoman penilaian, siswa dikatakan tuntas belajar (mastery learning) jika telah mampu mendapatkan nilai minimal batas bawah atau yang biasa disebut Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Ada 3 syarat membuat KKM, yaitu intake siswa, kompleksitas, dan daya dukung.

Bisa dikatakan, mungkin tidak ada guru yang berani memberikan nilai di bawah KKM. Selain dianggap tak becus mengajar, guru tersebut dinilai menyulitkan masa depan anak-anak sehingga kerap dimusuhi rekan sejawat.

"Cuma kasih nilai bagus saja kok pelit. Emangnya nilai itu beli?" sindir teman-temannya. Tak kuat desakan mereka, akhirnya guru itu pun hanyut dalam kubangan NGAJI alias ngarang biji.

Tak bisa dipungkiri bahwa KKM merupakan alat menekan guru untuk belajar tipu-tipu nilai. Bagaimana mungkin siswa belum bisa baca-tulis, tetapi mampu meraih nilai KKM 75? Nilai darimana?

Karena itulah, di banyak forum, saya suarakan agar KKM dihapus. Biarkan guru memberikan nilai sesuai fakta di lapangan. Jika nilai siswa jelek, biarlah anak dan orang tuanya instropeksi bahwa mereka harus belajar lebih giat lagi. Jika anak memang layak mendapatkan nilai bagus, yakin 100% bahwa guru memberikan itu sesuai kemampuannya.

Sekolah dengan fasilitas terbatas, tetapi guru dipaksa memberikan nilai yang pantas. Anak-anak dengan kemampuan yang serba terbatas, tetapi diberikan nilai di atas pantas. Apakah itu justru kontraproduktif dengan tujuan pendidikan yang ingin menanamkan nilai-nilai kejujuran?

Mestinya semua diserahkan ke guru karena dialah orang yang benar-benar paham perkembangan muridnya....

Sumber Foto: Sini




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline