Lihat ke Halaman Asli

Johan Wahyudi

TERVERIFIKASI

Guru, Pengajar, Pembelajar, Penulis, Penyunting, dan Penyuka Olahraga

Mengembalikan Peran Ibu

Diperbarui: 25 April 2016   20:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Koran Joglosemar (Rabu, 20 April 2016)

Ibu A : Tumben nganteranak, Bu. Tidak kerja?

Ibu B : Iya, Bu. Saya pilih kerja di rumah saja.

Ibu A : Lo,bukannya Ibu itu bergelar sarjana. Mengapa tidak kerja kantoran? Tidak rugi gelar sarjana cuma ngurusi rumah?

Ibu B : Saya justru rugi kalau anakku diurusi pembantu yang cuma lulusan SD.

----

Dialog di atas bisa ditemukan di Meme atau kartun bertulis di sosial media.Dialog di atas terkesan sederhana, tetapi maknanya sungguh teramat dalam. Terdapat pesan yang ingin disampaikan kepada pembaca bahwa pendidikan anak itu jauh lebih penting daripada karier seorang ibu.

Seperti telah kita ketahui bahwa akhir-akhir ini kita sering dikejutkan oleh berita kekerasan fisik dan mental yang menimpa anak-anak dan remaja. Pelakunya bisa berasal dari kaum dewasa dan bisa pula berusia anak-anak. Beragam peristiwa itu telah menghentakkan nurani kita sebagai orang tua. Kita pun dibuat tercengang karena sekolah seakan tak lagi mampu mengatasi kenakalan para siswanya. Bahkan, sekolah tak lagi dapat menjadi tempat yang aman dari tindak kekerasan.

Perilaku buruk anak-anak dan remaja itu tentu tak boleh dibiarkan. Kita harus bahu-membahu bekerja sama mendidik generasi muda agar bisa kembali menjadi pribadi bersahaja, berkarakter, dan cerdas. Apatah guna kecerdasan jika tak dibungkus dengan kepribadian mulia.

Jika diperhatikan dengan saksama, kenakalan anak-anak dan remaja itu ternyata bermula dari keluarganya. Banyak orang tua menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak-anak mereka kepada sekolah. Mereka tak lagi mengontrol perilaku anak-anaknya karena beragam tuntutan pekerjaan meskipun mereka mengetahui jika anak-anak mereka berada di sekolah hanya berkisar 4-6 jam per hari.

Tentu kita sepakat bahwa karakter anak dibentuk pertama kali di keluarga melalui hubungan harmonis antara ayah, ibu, dan anak. Hubungan harmonis bukanlah situasi keluarga tanpa masalah, melainkan kondisi saling pengertian yang ditunjukkan masing-masing anggota keluarga. Pada situasi yang demikian, masing-masing anggota keluarga perlu menunjukkan perannya secara tepat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline