Oleh Johan Wahyudi
Beberapa waktu lalu, sebuah hasil penelitian menyebutkan bahwa minat baca masyarakat Indonesia sangat rendah. Kondisi ini tidak salah karena sangat jarang guru dan siswa berkunjung ke perpustakaan untuk membaca buku.
Keengganan membaca buku tentu berpengaruh negative terhadap kualitas pendidikan. Keilmuan guru tidak bertambah yang secara otomatis kompetensi siswa juga tidak berubah. Oleh karena itu, guru dan siswa perlu dimotivasi agar gemar membaca buku.
Sesungguhnya guru dan buku memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaan terletak pada kegunaan, yaitu sama-sama sebagai sumber utama ilmu. Perbedaan keduanya ditemukan pada wujud dan metode menggali ilmunya. Guru jelas merupakan makhluk hidup yang bisa menyampaikan ilmunya secara langsung. Namun, buku harus dibaca agar pengetahuan yang dikandungnya dapat diketahui.
Menelisik fungsi keduanya, seharusnya guru dan siswa perlu gemar membaca buku. Jika guru dan siswa sudah gemar membaca buku, tentu keilmuannya akan bertambah sehingga kewibawaan dan keprofesionalannya pun meningkat. Sayangnya, perpustakaan jarang dikunjungi guru dan siswa dengan beragam alasan. Tugas administrasi dan keinginan untuk beristirahat usai belajar-mengajar di kelas merupakan alasan yang sering mengemuka.
Perpustakaan harus dioptimalkan. Guru dan siswa harus dibudayakan untuk untuk gemar membaca. Berkenaan dengan itu, ada tiga cara yang bisa dilakukan. Pertama, bangun pembiasaan membaca. Sekolah harus berusaha membudayakan membaca bagi semua penghuni sekolah. Strategi efektif dapat dilakukan dengan mengawali pembelajaran melalui membaca buku secara bersama-sama di kelas.
Kedua, ciptakan kesanggupan satu minggu satu buku. Guru dan siswa perlu dibiasakan untuk menuntaskan membaca sebuah buku dalam rentang waktu tertentu. Satu minggu satu buku dapat dijadikan standar karena tidak terlalu pendek dan juga tidak terlalu panjang. Judul buku perlu didaftar oleh guru atau guru wali kelas sehingga terkontrol dengan baik.
Ketiga, siapkan reward tak terduga. Guru dan siswa yang rajin membaca buku perlu diberi penghargaan secara tak terduga. Aktivitas guru dan siswa tentu mudah dipantau dari frekuensi peminjaman buku di perpustakaan. Pada waktu tertentu, guru dan siswa yang terpilih diminta ke depan saat upacara untuk mengisahkan buku yang pernah dibacanya. Jika mereka berhasil mengisahkan isinya, penghargaan pun diberikan.
Perpustakaan merupakan tempat yang sangat ideal untuk menimba ilmu karena suasananya hening, nyaman, dan banyak pilihan buku. Kita bisa menikmati suasana itu serba gratis dan hemat. Bahkan, kita bisa mendapatkan beragam informasi lebih awal, seperti lomba resensi buku, mengarang, baca buku ataiu puisi dan lain-lain. Jika perpustakaan mendatangkan banyak keuntungan, apakah kita masih akan membiarkannya sepi seperti kuburan?
Catatan: Artikel di atas telah dimuat Koran Solopos, Sabtu (4/4)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H