Lihat ke Halaman Asli

Johan Wahyudi

TERVERIFIKASI

Guru, Pengajar, Pembelajar, Penulis, Penyunting, dan Penyuka Olahraga

Pak SBY, Tirulah Jokowi

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13901378171963161457

[caption id="attachment_316897" align="aligncenter" width="670" caption="Pak Jokowi mengecek banjir pada dini hari (foto: merdeka.com)."][/caption]

Mengawali tahun 2014, Indonesia dihujani beragam bencana. Memasuki musim hujan, nyaris semua daerah mengalami bencana yang sama: banjir dan tanah longsor. Bencanabanjir baru terjadi, Gunung Sinabung di Karo Sumatera Utara meletus. Erupsi dan hujan debu pun meluluhlantakkan seluruh wilayahnya. Semua peristiwa itu selalu terekspos oleh media online, cetak, dan elektronik (baca: televisi). Menyimak beragam berita itu, air mata ini tak tertahankan. Bagaimana mungkin air mata ini tak mengalir ketika rakyat jelata menangis di media meminta uluran tangan agar pemerintah segera mengirim bantuan. Mengapa bangsaku sedemikian berat menerima cobaan dan ujian?

Malam ini, di sela-sela saya sedang menyelesaikan pekerjaan, saya dibuat geram oleh berita Jakarta Dikepung Banjir, SBY Pilih Terbang ke Bali. Jelas-jelas Jakarta dilanda banjir dan ribuan orang mengungsi untuk mencari perlindungan, tetapi justru sang pemimpin pergi meninggalkan mereka. Terlebih, kunjungan Pak SBY hanya bertujuan menghadiri Musyawarah Nasional XIII Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) pada 19-22 Januari. Munas Gapensi ini juga merupakan rangkaian HUT ke-55 Gapensi. Bukankah tugas ini dapat diberikan kepada Wakil Presiden atau menteri yang terkait dengan jenis kewenangannya?

Di saat yang sama, Gubernur DKI Jakarta, Pak Jokowi, berusaha menyelesaikan pekerjaan itu. Bersama-sama dengan warga, beliau bersusah-payah membantu para korban. Tak dihiraukan lagi begitu banyak caci, maki, umpatan, dan sindiran yang ditujukan kepadanya. Bahkan, saking rasa tanggung-jawabnya atas jabatan itu, dini hari, Jokowi terbangun untuk mengecek banjir dan mengunjungi pengungsi. Saya sangat terharu atas berita yang dilansir oleh merdeka.com tersebut.

Wahai Pak SBY yang terhormat, saya tak habis pikir dengan pola pikir Anda sebagai pemimpin. Seharusnya Bapak berada di tengah-tengah masyarakat yang menjadi rakyatmu agar Bapak dapat merasakan derita mereka. Bapak adalah pemimpin mereka dan mereka sangat memerlukan uluran tanganmu sebagai penanggung jawab atas nasib dan kehidupan mereka. Lalu, mengapa Bapak malah meninggalkan mereka untuk sebuah acara yang, menurutku, sangat tidak penting di tengah derita rakyatmu?

Pak SBY yang saya hormati, cobalah Bapak meniru sifat dan kebijakan Pak Jokowi, Gubernur DKI. Dalam keseharian, Pak Jokowi tidak suka berperilaku yang aneh-aneh, lugu, dan cenderung kekampungan. Pakaiannya, ucapannya, dan tindakannya dapat diteladani. Nyaris Pak Jokowi tak memakai jas mewah. Setiap hari, Pak Jokowi berusah berpenampilan sederhana dalam balutan pakaian produk dalam negeri. Dalam bertutur sapa, nyaris Pak Jokowi tak pernah mengeluarkan kata-kata kotor, ancaman, atau mata memerah kepada lawan bicara. Bicaranya santun meskipun dilakukan kepada musuh sekalipun. Dan tindakannya pun sangat terpuji. Dengan ringan kaki dan tangannya, Pak Jokowi terbangun untuk memantau banjir dan berusaha membantu para pengungsi pada dini hari!

Sebagai warga negara, saya sangat berharap agar Bapak berkenan menirunya. Bapak tak perlu merasa malu untuk belajar memerbaiki diri karena belajar tak mengenal waktu, usia, cara, dan tempat. Semua orang tentu memiliki kekurangan dan kelebihan. Dari kekurangan itulah, kita harus berusaha memerbaiki diri agar menjadi pribadi yang lebih baik.

Namun, hendaknya kita berusaha bersikap rendah hati. Kita harus menyingkirkan sikap yang terlalu menonjolkan kelebihan. Jika kita terlalu bangga dengan kelebihan itu, tentu kita pun enggan menerima kritikan. Kita akan bersikap resisten dan berusaha mengelak dari kekurangan. Di sinilah awal tersingkapnya sifat takabur. Sesungguhnya hanya Allah yang berhak menyombongkan diri karena alam dan isinya adalah ciptaan-Nya. Allah sangat membenci manusia yang takabur alias sombong karena sesungguhnya tiada secuilpun pada diri manusia yang layak disombongkan. Lalu, apa yang dapat kita sombongkan? Semoga Allah memberikan petunjuk kepada Bapak agar dapat menunaikan amanah sebagai pemimpin di sisa masa pengabdian Bapak sebagai kepala negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline