Lihat ke Halaman Asli

Johan Wahyudi

TERVERIFIKASI

Guru, Pengajar, Pembelajar, Penulis, Penyunting, dan Penyuka Olahraga

Kau Tak Sendiri, Balotelli

Diperbarui: 25 Juni 2015   03:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1341286906522104475

[caption id="attachment_198564" align="alignleft" width="300" caption="Kau tak sendiri, Balotelli."][/caption]

Orang yang lembut hatinya dan peka perasaannya dapat diketahui dengan satu cara: menangis. Air mata nan keluar dari matanya bukanlah sebagai penanda kecengengan. Justru sifat cengeng terlihat dari mudahnya menangis karena tidak mendapatkan sesuatu yang diinginkan tetapi sulit menangis ketika mendapatkan sesuatu yang diinginkan. Maka, berbahagialah orang yang mudah menangis ketika mendapatkan keduanya. Kegagalan adalah penundaan (sementara) atas keberhasilan dan keberhasilan adalah selangkah kemampuan mengatasi permasalahan.

Suka bercampur sedih ketika saya membaca tulisan saudaraku, Abanggeutanyo, yang berjudul Spanyol-boleh juara eropa, tapi Balotelli pemenangnya. Suka karena mengulas bola sebagai olahraga yang kugemari dan sedih karena berkisah tentang Mario Balotelli. Setiap mengikuti berita tentang Balotelli, saya benar-benar terbawa emosi. Dan tak terasa air mata pasti keluar.

Perlakuan rasial yang diberikan supporter lawan kepada Balotelli benar-benar ang teramat menjijikkan. Bangsa yang konon dikenal sebagai negara yang menjunjung tinggi toleransi dan Hak Azasi Manisia (HAM) ternyata memiliki kelakuan bak binatang. Perlakuan rasial kepada Balotelli dengan membandingkannya sebagai seekor hewan hutan. Siapakah sebenarnya yang memiliki kelakuan binatang itu?

Maka, saya hanyut dalam deraian air mata saat melihat Balotelli menangis. Ya, saya teramat terharu. Saya dapat merasakan kesedihan yang teramat dalam. Kesedihan seorang pecinta bola kepada pemain yang teramat baik tetapi sering dicemooh. Sungguh perlakuan itu tidak sepantasnya diberikan kepada pemain meskipun ia menjadi lawan bertanding sekalipun.

Masih segar dalam ingatan ketika Balotelli mencetak dua gol ke gawang Jerman. Balotelli menunjukkan kelasnya sebagai mesin gol Tim Azzuri. Gol pertama dicetak melalui sundulan kepala nan sempurna dan gol kedua dicetak melalui kepandaiannya menghindar dari jebatan offside. Begitu terlepas dari kawalan, Balotelli berlari kencang dengan menggiring bola. Begitu memiliki ruang tembak, kaki kanannya melesakkan bola itu dengan kerasnya. Dan bola pun masuk ke gawang Jerman.

Pada proses penciptaan gol pertama, Balotelli tidak menunjukkan reaksi apa-apa. Balotelli hanya diam sehingga dikerubuti dan diciumi oleh pemain Italia lainnya. Balotelli tidak menunjukkan euforia kegirangan karena mampu mencetak bola. Sungguh tindakan yang teramat terpuji karena Balotelli tidak memancing reaksi negatif dari emosi lawan dan suporternya.

Namun, Balotelli tak kuasa menahan diri setelah mencetak gol keduanya. Begitu bola masuk ke gawang Jerman, Balotelli langsung melepas baju. Ia berdiri tegak sembari pasang kuda-kuda yang teramat perkasa. Tak keluar sepatah kata pun dari mulutnya kecuali tatapan tajam. Balotelli hanya ingin menunjukkan diri sebagai manusia yang layak dihormati sebagai manusia, bukan lainnya.

Usai pertandingan, Balotelli pun bergegas menghampiri ibu angkatnya. Konon Balotelli adalah anak angkat. Mario Balotelli terlahir pada 12 Agustus 1990 di Palermo, Italia. Pada dekapan ibu angkatnya itu, Balotelli berkata, “Gol itu untuk Anda, Ibu.” Sungguh, saya teramat mengagumi keluhuran budi yang dimiliki Balotelli.

Saya pernah membaca artikel dan berita tentang semangat Balotelli untuk memberikan kado yang lebih indah kepada ayah angkatnya. Waktu semifinal kemarin, Balotelli hanya ditemani ibu angkatnya. Karena Italia berhasil masuk final, ayah angkat Balotelli pun berjanji akan menonton Balotelli bertanding melawan Spanyol. Pada waktu itulah, Balotelli berujar, “Saya akan memberikan hadiah terindah untuk engkau, Ayah!”

Saya sering berkaca-kaca setiap mendengar ungkapan semangat yang ditunjukkan anak kepada orang-orang yang dicintainya. Saya sering menangis ketika anakku berjanji akan membuatkan pesawat agar saya dapat naik haji. Trenyuh mendengar keluhuran budi yang dimiliki sang anak. Sungguh Balotelli, tangismu adalah tangisku jua. Sebagai penggemarmu, teruslah kamu bermain secara sportif. Tunjukkanlah semangatmu meskipun ejekan selalu diberikan kepadamu. Sebenarnya saya pun sering mengalami kejadian persis yang kamu alami. Mari kita buktikan bahwa tangisan kita adalah tangisan bahagia karena bisa membahagiakan orang lain, terkhusus ayah—ibu kita.

Teriring salam,

Johan Wahyudi

Sumber gambar: Sini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline