Lihat ke Halaman Asli

Johan Wahyudi

TERVERIFIKASI

Guru, Pengajar, Pembelajar, Penulis, Penyunting, dan Penyuka Olahraga

Wahai Guru Indonesia, Tirulah Loyalitas Guru-Guru Ini!

Diperbarui: 25 Juni 2015   05:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1337225365803618496

[caption id="attachment_188729" align="aligncenter" width="640" caption="Marching Band MIN Saren menyambut kedatangan peserta lomba."][/caption]

Sebenarnya sekolah negeri harus bersyukur karena pemerintah menyediakan beragam fasilitas yang serba enak. Kadang pemerintah membangunkan gedung sekolah nan megah plus beragam fasilitas. Bahkan, sering pemerintah memberikan banyak bantuan agar mutu sekolah dapat terus meningkat dari tahun ke tahun. Maka, pemerintah pun menggelontorkan bantuan buku, computer, dan alat peraga pendidikan. Semua bantuan bertujuan agar kualitas pendidikan bisa maju.

Namun, semua keinginan itu akan sirna alias lenyap tak berbekas jika gurunya tidak memiliki loyalitas. Apatah guna gedung megah jika gurunya bermalasan. Apatah gunanya computer canggih jika gurunya tidak menguasainya. Apatah gunanya alat peraga pendidikan jika guru malas menggunakannya ketika mengajar anak didik. Maka, teramat wajar jika mutu pendidikan kita jalan di tempat. Bahkan, kondisi itu dapat meluntur jika pemerintah tidak segera menegur guru-guru nan malas itu. Kondisi itu tidak ditemukan di Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Saren Kecamatan Kalijambe Kabupaten Sragen.

Ya, pagi ini (Kamis, 17 Mei 2012), saya berkesempatan untuk menemani anakku, Ilham Ahmad Husaini, mengikuti beragam lomba. MIN Saren memang mengadakan lomba hafalan Al Quran, Calistung, dan Mewarnai. Anakku memilih lomba hafalan Al Quran karena setiap malam rajin mengaji. Kegiatan itu diikuti oleh anak-anak TK se-Kecamatan Kalijambe Kabupaten Sragen. MIN Saren mengadakan kegiatan-kegiatan itu untuk mempromosikan sekolahnya. Begitulah seharusnya guru-guru menyikapi persaingan untuk mendapatkan murid baru.

Seperti yang sering saya tulis, kondisi dunia pendidikan di daerahku sedang mengalami situasi genting alias gawat. Saya menduga bahwa nantinya banyak sekolah negeri tidak akan mendapatkan banyak siswa. Mereka – sekolah negeri – akan kalah bersaing dengan sekolah swasta. Selain mendapatkan banyak dana, guru-guru sekolah swasta lebih rajin dan bersikap loyal. Jelas itu harus dilakukan karena eksistensi sekolah swasta sangat dipengaruhi oleh pemerolehan siswa baru.

Guru-guru MIN Saren melihat fenomena itu. Maka, mereka pun berpikir agar sekolahnya bisa mendapatkan banyak siswa. Demi keinginan itu, guru-guru MIN Saren rela masuk sekolah meskipun hari ini libur. Guru-guru itu menunjukkan loyalitas yang perlu ditiru oleh guru-guru sekolah-sekolah lain. Bahkan, semua tamu diberi hidangan yang pantas, termasuk anak-anak kecil itu. Sebungkus plastic yang berisi jajanan dan minuman diberikan kepada setiap anak, baik yang menjadi peserta maupun sekadar menemani kakaknya yang mengikuti lomba.

Maka, memang MIN Saren bisa mendapatkan banyak siswa baru. Dari tahun ke tahun, murid baru MIN Saren selalu bertambah. Menurut penjelasan Kepala MIN Saren, Muh. Rosyid Ridho, S.Ag., tahun 2009, MIN Saren bisa mendapatkan 62 anak, 2010= 66 anak, dan 2011= 84 anak. Di tengah krisis murid baru beberapa sekolah negeri, MIN Saren mampu menunjukkan eksistensi sebagai sekolah pilihan anak-anak di sekitarnya. Itu semua disebabkan loyaliyas guru kepada sekolahnya. MIN Saren pun pernah menjadi pemenang beragam lomba. Tahun 2010, MIN Saren menjadi Juara 1 Lomba Tilawah dan Juara 1 Keteladanan Siswa. Tahun 2011, MIN Saren meraih Juara 1 Muratal Putri, Juara 1 Tilawah Putra, Juara 1 Tilawah Putri, Juara 2 Lomba Matematika Kabupaten Sragen, Harapan 1 Lomba Bahasa Indonesia Kabupaten Sragen, dan Juara 1 Muratal Putra. Tahun 2012, MIN Saren meraih Juara 1 Lomba Batik.

Atas kondisi di atas, seyogyanya guru-guru Indonesia mulai tersadar. Tirulah loyalitas guru-guru MIN Saren Kabupaten Sragen. Masyarakat itu sudah cerdas tentang pendidikan. Masyarakat tidak berharap bahwa pendidikan harus murah karena pendidikan bermutu pastilah mahal nilainya. Masyarakat hanya berharap agar biaya pendidikan terjangkau. Jadi, hendaknya pemerintah tidak gembar-gemborlagi tentang pendidikan gratis. Kenyataan berbicara bahwa biaya pendidikan kita semakin mahal dari tahun ke tahun meskipun pemerintah sudah menggelontorkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan bantuan lainnya hingga mencapai puluhan triliun rupiah.

Teriring salam,

Johan Wahyudi

Rekaman Lensa

[caption id="attachment_188731" align="aligncenter" width="640" caption="Atraksi di depan khalayak."]

13372254871885994341

[/caption] [caption id="attachment_188732" align="aligncenter" width="640" caption="Peserta lomba mengikuti acara pembukaan."]

1337225568985652752

[/caption] [caption id="attachment_188733" align="aligncenter" width="640" caption="Anak keduaku (kanan)  pun larut dalam kegiatan tersebut."]

1337225668833848933

[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline