Lihat ke Halaman Asli

Johan Wahyudi

TERVERIFIKASI

Guru, Pengajar, Pembelajar, Penulis, Penyunting, dan Penyuka Olahraga

Juragan Tak Tahu Diuntung

Diperbarui: 25 Juni 2015   07:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1333443973138899285

[caption id="attachment_179910" align="aligncenter" width="613" caption="Tanpa kenal lelah dan menyerah karena jalan rezeki memang mesti ditempuh."][/caption]

Tuhan itu benar-benar pintar. Dia menciptakan segalanya secara berpasang-pasangan. Dengan berpasangan itulah, satu dari pasangan itu dapat belajar memaknai kehidupan. Kekurangan pihak kesatu merupakan tugas bagi pihak kedua untuk memerbaikinya. Jika kondisi itu dapat dipahami dengan baik, tentunya kita akan mendapatkan pelajaran yang teramat berharga karena belajar dapat dilakukan dari, dan kepada semua sisi hidup.

Minggu lalu (1 April 2012), saya menambalkan ban mobilku yang sempat bocor ke bengkel yang telah menjadi langgananku. Kebetulan saya sudah menjadi pelanggan cukup lama karena saya menilai hasil pekerjaannya cukup baik. Jika angin ban kurang, ke sanalah saya meminta angin. Jika ban bocor, ke sana pula saya menambalkannya. Dan tukang tambal ban itu benar-benar bekerja dengan cekatan. Maka, pantaslah jika bengkel tambannya cukup dikenal dan ramai didatangi pelanggan. Rerata mobil yang datang adalah mobil-mobil proyek karena kebutuhan angin dan ban yang cukup besar.

Sebut saja tukang tambal ban itu bernama Margono. Pria berusia sekitar 37 tahun. Badannya jangkung dengan rambut yang lumayan panjang. Kulitnya kecoklatan cenderung hitam karena bergelut dengan debu dan oli. Dan tangannya selalu memegang sebatang rokok kretek kegemarannya. Tangannya sangat terampil untuk melepas, memeriksa, menambal, dan memasang ban mobil. Saya terkesima dengan cara kerjanya Minggu pagi itu. Margono cukup trengginas bekerja sehingga saya pun merasa bangga menjadi pelanggannya.

Sekitar tiga ban mobil sudah dikerjakan. Margono tampak senang. Karena saya akan membeli sebuah ban dalam untuk anakku, Ilham, Mas Margono berusaha memilihkan ban dalam bekas. Mas Margono pun masuk ke bengkelnya. Tak lama kemudian, Mas Margono menyerahkan sebuah ban dalam bekas yang sudah diberi angin. Lalu, saya pun menanyakan semua ongkosnya.

“Dua puluh ribu, Pak” jawab Mas Margono singkat tetapi ramah sambil membereskan peralatan yang berserakan. Mendengar jawaban itu, tentu saja saya terkejut. Memang ongkos tamban ban tubeless di bengkel itu hanya Rp 10.000. Namun, benarkah harga ban dalam bekas yang masih tampak baru itu juga hanya Rp 10.000?

“Benar dua puluh ribu, Mas? Nanti rugi, lho” tanyaku sambil menyerahkan selembar uang kertas dua puluh ribuan. Mas Margono hanya tersenyum sambil menerima uang itu.

“Tak mungkin rugi, Mas. Juraganku selalu untung” jawabnya enteng. Saya kaget mendengar kata-kata “juragan”.

“Jadi, selama ini, Mas Margono hanya jadi tenaganya, Mas?” tanyaku penasaran penuh selidik. Berbulan-bulan saya menjadi pelanggannya tetapi tak mengetahui kesehariannya. Dan terkuaklah kehidupan Mas Margono.

Mas Margono memunyai seorang istri dan seorang anak perempuan. Istrinya bekerja sebagai penjahit konveksi sedangkan anaknya masih kecil. Sehari-hari, Mas Margono bekerja sebagai buruh tukang tambal ban dengan upah Rp 20.000  per hari untuk bekerja selama 12 jam. Datang jam 06.00 dan pulang sekitar jam 18.00, bahkan sering pulang larut malam jika bengkelnya ramai. Memang Mas Margono mendapatkan makan tiga kali dan rokok setiap hari.

Sebenarnya pemasukan bengkelnya terbilang sangat besar. Bengkel tambal bannya cukup ramai. Dengan kompresor besar dan terkenal pekerjaannya halus dan bergaransi, nyaris bengkel itu tak pernah sepi dari pelanggan. Jika dirata-rata, setidak-tidaknya lebih dari 50 mobil mengisi angin atau menambalkan ban yang bocor. Jika dihitung pemasukannya, tentu itu cukup dihitung 50 x 10.000 = Rp 500.000 dan angin sekitar 50 x 2000 = Rp 100.000. Jadi, juragan yang hanya duduk-duduk di samping bengkel pasti menerima uang bersih setidak-tidaknya lebih dari Rp 400.000 setiap harinya. Besar sekali!

Namun, mengapa juragan itu cukup pelit memberikan upah kepada Mas Margono? Uang Rp 20.000 jelas terbilang sangat kecil jika dibandingkan dengan pekerjaannya yang sangat berat dan beresiko. Uang itu belumlah cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Maka, pantaslah istri Mas Margono berusaha membantu ekonomi keluarga dengan menjadi penjahit konveksi. Daerahku memang terkenal sebagai sentra mebel dan juga konveksi.

Mas Margono tentu berharap agar kesehatannya terjaga. Pekerjaan sebagai tukang tambal ban ini dirasa cukup berat dan melelahkan. Namun, bagi Mas Margono, dia tidak memiliki pilihan pekerjaan lain. Mas Margono hanya berusaha bekerja sepenuh hati seraya berpasrah kepada Illahi. Mudah-mudahan Allah berkenan memberikan rezeki dari pintu lain yang tak dimiliki. Amin. Selamat bekerja, Mas Margono, doaku untuk keberkahan rezeki yang kauterima. Rezeki yang halal tentu akan menyehatkan jiwa dan raga.

Teriring salam,

Johan Wahyudi

Sumber gambar: Sini




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline