Lihat ke Halaman Asli

Johan Wahyudi

TERVERIFIKASI

Guru, Pengajar, Pembelajar, Penulis, Penyunting, dan Penyuka Olahraga

Ujian Itu Mendewasakan

Diperbarui: 25 Juni 2015   20:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13277156841898628853

[caption id="attachment_166784" align="aligncenter" width="600" caption="Bencana alam adalah ujian kekuatan keimanan."][/caption]

Proses untuk menuju terbaik tidaklah mudah. Semua akan melalui ujian. Kita akan diuji dengan beragam cara, jenis, dan suasana. Sikap kita menerima ujian itu tentu berbeda-beda. Ada yang menerima setiap ujian dengan rasa syukur. Namun, tidak sedikit juga yang menyerah alias putus asa.

Ujian yang kita alami ada dua jenis: ujian kesedihan dan ujian kesenangan. Ujian kesedihan sering disebut musibah. Itulah pengertian yang salah. Musibah itu malapetaka yang ditimpakan Tuhan kepada manusia durhaka. Namun, ujian atau cobaan justru dijadikan Tuhan untuk mengukur ketauhidan, keimanan, dan kesabaran. Sikap kita menerima ujian kesedihan sangat menentukan kepribadian dan jiwa kita.

Secara umum, manusia sering mampu menerima ujian kesedihan. Ini dapat dilihat dari sikapnya yang spontan berucap: innalillah, astaghfirullah, atau masya Allah. Manusia memang menyadari bahwa Allah mampu menghendaki semua yang dikehendaki-Nya. Artinya, manusia itu hanya dapat bersikap menerima. Ketika manusia sudah berpikiran positif bahwa ujian akan digunakan Tuhan untuk mengujinya, manusia akan menerima keadaan dengan sikap legawa atau ikhlas. Tuhan pasti menghendaki yang terbaik bagi hamba-Nya. Tuhan tidak pernah menghendaki hamba-Nya agar celaka. Manusialah yang sering mencelakakan dirinya.Karena itu, manusia mampu menerima ujian kesedihan dengan sabar.

Namun, manusia justru sering tidak mampu menjaga keimanan ketika diuji kenyamanan. Manusia sering bersikap sombong. Mereka - manusia - beranggapan bahwa sukses ini adalah karya pribadinya. Tidak ada campur tangan Tuhan, katanya. Lalu, mereka pun berfoya-foya meluapkan kegembiraan itu. Beragam cara digunakan. Bahkan, kegembiraan itu sering dilakukan dengan melanggar hukum (agama dan sosial).

Keadaan akan berubah 180 derajat ketika kesempatan yang diberikan itu usai. Karena kenyamanan yang diberikan itu disia-siakan, Tuhan mencabut kenikmatan itu. Maka, muncullah musibah. Dalam sekejab, semua usaha yang pernah dirintis dapat berbalik. Tuhan sangat mudah membalik semua keadaan. Tuhan sangat berkuasa karena memang Maha Perkasa. Ketika itu sudah terjadi, penyesalan tiada guna. Penyesalan memang datang di akhir kejadian. Sebelum penyesalan itu datang, marilah kita bangun kesadaran bahwa ujian itu berguna untuk mendewasakan pola pikir kita. Marilah kita renungkan kesedihan dan kenyamanan yang kita peroleh hari ini. Mampukah kita mengubah ujian ini menjadi hikmah pribadi kita? Di mata Tuhan, semoga kita diberi nilai yang baik. Amin

Teriring salam,

Johan Wahyudi

Sumber gambar: Sini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline