Lihat ke Halaman Asli

Johan Wahyudi

TERVERIFIKASI

Guru, Pengajar, Pembelajar, Penulis, Penyunting, dan Penyuka Olahraga

Ini [Bukan] Guru Kita: Tekstual

Diperbarui: 25 Juni 2015   22:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Keberhasilan pembelajaran ditentukan banyak factor, seperti sarana prasarana, lingkungan, daya dukung, partisipasi masyarakat, dan kompetensi guru. Sarana prasarana menjadi penting karena pembelajaran tentu memerlukan ketersediaan beragam fasilitas, seperti buku, laboratorium, alat peraga dan lain-lan. Ketersediaan sarana prasarana akan membantu tercapainya tujuan pembelajaran.

Lingkungan pun turut mendukung keberhasilan pembelajaran. Lingkungan sekolah yang kondusif tentu akan menciptakan situasi pembelajaran yang kondusif pula. Oleh karena itu, pengelola sekolah (baca: kepala sekolah) mesti berusaha untuk menjadikan sekolah sebagai "rumah kedua" bagi murid-muridnya. Para murid mesti dikondisikan agar mereka kerasan atau betah berlama-lama di sekolah karena lingkungan yang baik tersebut.

Pembelajaran akan mudah tercapai jika daya dukung juga dimiliki sekolah. Daya dukung itu meliputi ketersediaan tenaga kependidikan atau tata usaha yang mumpuni. Selain itu, laboran juga memegang peran yang teramat penting. Laboran bukanlah guru mata pelajaran karena tugas dan fungsinya memang berbeda. Selanjutnya, pustakawan pun mesti tersedia sehingga kebutuhan buku dapat tercukupi.

Partisipasi masyarakat juga teramat penting perannya untuk meningkatkan mutu pendidikan. Masyakarat perlu menyadari bahwa kemajuan sekolah sangat dipengaruhi oleh kesadaran orang tua murid. Anak hanya belajar selama sekitar 5-7 jam di sekolah. Oleh karena itu, orang tua mesti berusaha agar memberikan bimbingan kepada anaknya setelah mereka tidak lagi berada di sekolah. Jika orang tua sudah berpikir demikian, tentunya mereka tidak akan menyalahkan sekolah ketika mendapati anak-anaknya sering tawuran. Sekolah tentu sudah mendidik dan membimbing mereka agar menjaga kerukunan. Namun, anak-anak itu sering membolos dan juga orang tua kurang memedulikannya.

Kompetensi guru menjadi factor terpenting untuk mencapai keberhasilan pembelajaran. Guru mesti bersikap professional dengan melaksanakan tupoksinya secara baik dan bertanggung jawab. Namun, guru sering tidak menyadari hal itu sehingga berakibat terhadap stagnannya kualitas pembelajaran. Satu hal utama yang menjadi penyebab kondisi itu adalah pembelajaran yang dilakukan guru bersifat tekstual. Ya, pembelajaran tekstual.

Saya sering menemukan oknum guru yang melakukan pembelajaran secara tekstual. Guru hanya berdiri di depan kelas. Selanjutnya, guru memegang buku dan membacakannya. Tidak terjadi interaksi atau komunikasi antara guru dengan murid. Jelas kondisi itu berakibat pada kondisi kelas yang sangat tidak kondusif. Murid menjadi ramai, bermain, berbincang dan beragam kegiatan nonpembelajaran lainnya.

Kondisi di atas terjadi karena guru hanya terfokus kepada buku. Guru hanya membelajarkan isi buku dan tidak mengadakan komunikasi dengan para murid. Guru tidak menegur para murid yang bermain atau membuat gaduh. Pada kondisi yang demikian, guru tak lagi berwibawa dan tidak memiliki kewibawaan lagi. Maka, para murid pun tidak mengacuhkannya meskipun suara guru itu terdengar cukup keras.

Untuk mengatasi kondisi yang demikian, semestinya guru menyadari bahwa para murid adalah makhluk bernyawa. Mereka memiliki keinginan untuk dimanusiakan. Salah satu bentuk memanusiakan mereka adalah memberikan perhatian. Anak gaduh tentu berkeinginan untuk diperhatikan. Anak gaduh karena tidak diminta diam. Anak gaduh karena tidak diberi tugas untuk membaca karena gurunya sudah membacakannya. Jelas menjadi pendengar itu lebih sulit daripada menjadi pembaca.

Guru mesti berupaya dengan mengubah sikap buruknya. Jika anak sudah berkemampuan membaca dengan baik, semestinya guru berusaha memberikan kesempatan kepadanya. Jika murid belum memiliki kemampuan membaca dengan baik, semestinya guru melakukan pembimbingan kepadanya. Jika guru ingin diperhatikan, tentunya guru pun harus memerhatikan perilaku murid-muridnya. Dan itu dapat terjadi jika pembelajaran dilakukan secara kontekstual dan tidak lagi berbentuk tekstual. Indahnya jika itu terwujud!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline