Lihat ke Halaman Asli

Johan Wahyudi

TERVERIFIKASI

Guru, Pengajar, Pembelajar, Penulis, Penyunting, dan Penyuka Olahraga

Betapa Besarnya Dosa Para Pemimpin Kita

Diperbarui: 25 Juni 2015   22:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_157006" align="aligncenter" width="640" caption="Kapan kemiskinan dapat terkikis?"][/caption]

Air mataku tak terbendung lagi pagi ini. Miris dan sangat sedih. Perasaanku teriris-iris oleh tampilan di depanku. Sebuah tampilan atas keadaan nyata sebagian rakyat bangsa ini. Kemanakah para pemimpin bangsa ini pergi? Tidakkah mereka mendapatkan laporan atau berusaha mencari informasi yang benar tentang beragam masalah yang mendera anak bangsa? Tidakkah mereka takut adzab alias karma atas perbuatan mereka yang tidak bertanggung jawab karena membiarkan rakyatnya kelaparan? Benar-benar pemandangan itu teramat memilukan. Usai menunaikan sholat subuh ke masjid pagi ini, saya menghidupkan televisi. Pada awalnya, saya ingin menonton pertandingan bola antara Sevilla melawan Real Madrid. Saya pun menghidupkan channel tv satu ke yang lain. Dan tiba-tiba, jariku berhenti ketika saya melihat pemandangan yang terpampang di RCTI. Sebuah pemandangan yang memaksaku untuk menuliskannya di sini: kompasiana. Dua jenis berita itu benar-benar membuat perasaaanku berkecamuk. Berita pertama adalah tawuran antarwarga di Sulawesi dan berita kedua adalah kemiskinan yang mendera dua keluarga di Jawa Barat dan Sulawesi. Berita pertama berisi tentang perkelahian antarwarga di Sulawesi. Tawuran itu terjadi hanya disebabkan masalah sepele. Yang lebih menyedihkan lagi, tawuran itu terjadi antartetangga yang rumahnya teramat berdekatan. Konflik horizontal itu membuat aparat terpaksa turun tangan. Namun, aparat itu seakan tidak berguna karena masyarakat terus berkelahi sambil menenteng senjata api rakitan, senjata tajam, bom molotov dan lain-lain. Orang-orang itu terus "bertempur" dan tidak takut lagi kepada aparat. Bergidik saya melihat "pertempuran" lokal itu. Saya tak habis berpikir, kemanakah para pemimpin negeri ini pergi? Apakah mereka tidak pernah berpikir bahwa mereka adalah rakyatnya? Apakah para pemimpin negeri ini sudah tak lagi bernyawa sehingga mereka tidak dapat berbuat apa-apa untuk meleraikan perkelahian itu? Mengapa masyarakat begitu mudah terpancing provokasi dan mengapa pula masyarakat tidak takut lagi kepada aparat? Apakah para pemimpin itu sudah kehilangan legitimasi di mata rakyatnya? Benar-benar saya tak habis pikir. Berita kedua berhubungan dengan kemiskinan. Dua buah berita tersaji. Dua-duanya memaksa air mataku keluar. Sebuah keluarga miskin memiliki anak perempuan. Ayahnya bekerja sebagai pengayuh becak dan ibunya bekerja sebagai buruh. Karena kemiskinannya, anak perempuan itu kurus kering nyaris tinggal tulang karena ketiadaan gizi. Miris saya menyaksikan kondisi fisik anak perempuan yang tergolek lemah lunglai di rumah sakit daerah itu. Hanya segelas teh manis dari botol air mineral diminum anak perempuan itu sambil tidur lemah. Keluarga miskin kedua tak kalah miskinnya. Keluarga ini berasal dari Sulawesi. Ayahnya bekerja sebagai pengayuh becak. Dalam berita itu, tergambar bahwa ia memiliki banyak anak. Karena kemiskinannya, seorang anak perempuan itu menderita osteoporosis atau tulang keropos. Beberapa ruas tulang anak perempuannya patah sehingga postur organ tubuhnya membengkok. Bergidik dan merinding ketika saya menyaksikan kondisi fisik anak perempuan itu. benar-benar membuatku miris dan menangis. Wahai Pak Presiden, Pak Menteri, Pak Gubernur, Pak Bupati dan Walikota, serta semua pemimpin negeri ini..... Mohon dan tolonglah untuk mendengarkan panggilan jiwa Anda jika Anda masih bernyawa. Orang-orang miskin itu benar-benar memerlukan pertolongan Anda. Anda telah dipilih mereka dan mereka menuntut haknya sebagai warga negara. Janganlah Anda memanfaatkan mereka pada saat Anda memerlukannya dan tidak dimanfaatkan ketika cita-cita Anda sudah tercapai.Saat ini, Anda adalah pemimpinnya dan mereka adalah rakyatmu. Mengapa Anda membiarkan kondisi mereka semakin berlarut sambil menunggu ajal menjemput? Begitu durhakanya Anda kepada mereka....!!! Jika Anda masih mengaku pribadi yang beragama, Anda tentu meyakini bahwa doa-doa orang yang terlantar dan atau teraniaya itu teramat mudah dikabulkan Tuhannya. Mereka miskin karena nasibnya memang miskin dan mereka pun tentu tak ingin hiudup miskin. Jika mereka mengeluh kepada Tuhannya dan lalu berdoa buruk bagimu, Tuhan pasti begitu mudah mengabulkannya. Istana megahmu dapat runtuh dalam sekejab. Kariermu musnah dalam hitungan menit. Nyawamu pun dapat hilang dalam sekejab mata. Tidakkah Anda berpikir tentang kematian? Ingat, mati itu pasti terjadi dan hanya sekali! Segera pikirkanlah nasib si miskin.....




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline