Lihat ke Halaman Asli

Johan Wahyudi

TERVERIFIKASI

Guru, Pengajar, Pembelajar, Penulis, Penyunting, dan Penyuka Olahraga

Mari Membangun Persahabatan untuk Memanen Rambutan (Maaf, Keberkahan)

Diperbarui: 25 Juni 2015   22:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_156609" align="aligncenter" width="640" caption="Berfoto bersama di kebun buah."][/caption]

Masih banyak orang beranggapan bahwa kegiatan beranjang sana atau bersilaturahmi termasuk kegiatan sia-sia. Masih banyak orang berpendapat bahwa acara itu hanyalah berboros-boros waktu, tenaga, pikiran, dan kadang biaya. Maka, teramat sedikit orang berusaha menolak anggapan itu. Mereka masih mengikuti pendapat yang menurutku salah. Sungguh persahabatan itu akan menghasilkan keberkahan jika dilakukan berdasarkan niatan baik.

Meskipun rumahku berada di tengah kampung nun jauh dari kota, saya sering kedatangan tamu. Mereka datang dari banyak daerah. Ada yang datang karena ingin berkonsultasi tentang pendidikan, penelitian, dan kepenulisan. Ada yang datang karena ingin berhutang atau mengembalikan pinjaman. Ada yang datang karena didesak untuk datang. Ada yang datang karena merasa penasaran dengan diriku karena sering narsis (istilah Mbak Niken) di kompasiana. Dan ada pula yang datang karena tergiur oleh panenan rambutanku yang melimpah.

[caption id="attachment_156610" align="alignright" width="300" caption="Buah rambutan di kebunku yang begitu lebat."][/caption]

Seperti kemarin, sebuah rombongan dengan mobil APV berkunjung ke rumahku. Rombongan itu terdiri atas lima orang yang berasal dari teman-teman Solo Peduli, sebuah yayasan kemanusiaan, keagamaan, dan sosial. Kedatangan mereka ke rumahku langsung dipimpin sang Direktur, Bapak Supomo. Sudah lama teman-teman Solo Peduli ingin berkunjung ke rumahku. Kebetulan saya menjadi duta zakat di sana.

Rombongan tiba di rumahku sekitar jam 14.00. Sempat mereka bingung sehingga beberapa kali meneleponku. Pada akhirnya, mereka dapat tiba di rumahku dengan selamat. Dengan penuh suka cita pula, saya menyambut kedatangan mereka. Kami pun berbincang-bincang ringan di ruang tamu sambil menikmati bakso dan sekadar jajajan kampung. Selain itu, tentu saja saya menyuguhkan hasil kebun sendiri: rambutan. Adzan ‘asyar pun berkumandang. Kami pun pergi ke masjid untuk menunaikan sholat ‘asyar berjamaah. Kebetulan rumahku teramat dekat dengan masjid.

Sepulang dari masjid, saya langsung mengajak tamu untuk “bermain-main” ke kebun buahku. Begitu mereka menginjakkan kaki, pandangan mereka langsung terpukau oleh lebatnya buah rambutan. Bergegas mereka memetik dan langsung menikmati buah rambutan yang memerah itu. Satu-dua-tiga-empat-lima buah rambutan berkali-kali dikuliti dan langsung masuk mulut mereka. Saya hanya tersenyum-senyum ketika melihat keasyikan mereka.

[caption id="attachment_156612" align="alignright" width="300" caption="Sibuk memetik"][/caption]

Puas makan rambutan, saya memersilakan sebuah pohon untuk “dihabiskan”. Maksudnya, saya mengikhlaskan sebuah pohon untuk dipanen guna dibawa pulang. Di kantor Solo Peduli, banyak karyawan tidak berkesempatan untuk bersilaturahmi ke rumahku. Mudah-mudahan rambutan ini dapat menjadi penawar kekecewaannya. Pada akhirnya, tiga plastic besar dipenuhi rambutan. Kami pun puas dan langsung menuju ke rumah kembali. Tentunya teman-teman akan bersiap-siap untuk pulang. Sekitar jam 17.00, teman-teman itu pun berpamitan. Kami (saya dan istri) terpuaskan atas kesan mereka terhadap sambutan kami.

Tidak bermaksud riya’ atau pamer, mungkin muncul pertanyaan, mengapa saya suka mengundang teman-teman untuk berkunjung ke rumahku? Mengapa saya mengikhlaskan berkarung atau berplastik-plastik rambutan untuk diberikan kepada tamu atau teman-teman? Tak lain karena saya tidak memelihara pohon rambutan itu. Pohon rambutan berbuah dengan sendirinya tanpa perawatan sehingga itu benar-benar merupakan kemurahan Tuhan. Lalu, mengapa saya harus berpelit-pelit atau kikir untuk berbagi-bagi kepada teman-teman?

[caption id="attachment_156616" align="alignright" width="300" caption="Sibuk mengambil."][/caption]

Setiap hari, tamu datang dan pulang dengan seplastik rambutan. Namun, buah rambutan itu seakan tak pernah habis. Saya juga merasa heran, mengapa buah rambutanku terasa awet dan tak ada habis-habisnya? Satu saja jawabnya: karena itu dikehendaki Sang Pemilik. Atas dasar itulah, saya selalu memersilakan tamuku untuk menikmati buah rambutan sepuas-puasnya.

Buah dari kebiasaan ini, saya pun mendapat imbasnya. Setiap saya berkunjung ke suatu daerah, saya juga mendapat sambutan yang teramat ramah. Meskipun jarang atau belum pernah bertemu sebelumnya, teman-teman yang menyambutku sungguh memberikan kesan yang teramat baik. Kadang saya diberi beragam kenang-kenangan. Sering saya diajak makan-makan di restoran ternama. Sering pula saya dibelikan tiket pulang kampung. Kunci atas semua itu adalah keikhlasan dalam membangun persahabatan. Mari kita membangun persahabatan di kompasiana.

[caption id="attachment_156608" align="aligncenter" width="640" caption="Semoga kita bertemu lagi."][/caption]




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline