Lihat ke Halaman Asli

Johan Wahyudi

TERVERIFIKASI

Guru, Pengajar, Pembelajar, Penulis, Penyunting, dan Penyuka Olahraga

Muhsinin

Diperbarui: 26 Juni 2015   13:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Pernahkah barang Anda dicuri? Pernahkah Anda dipukul? Atau, pernahkah Anda dikata-katai kotor? Setiap pribadi pasti mengalami kejadian yang tidak mengenakkan hati. Lalu, perasaan kita pun berkecamuk. Maka, muncullah perasaan dendam. ”Suatu saat, saya pasti membalas tindakanmu”, kata hati kita waktu itu.

Boleh koq kita mengambil barang milik orang yang pernah mencurinya seharga barang kita yang pernah dicurinya. Boleh koq kita memukul orang yang pernah memukul kita sekeras pukulan waktu itu. Boleh juga kita mengata-ngatai orang dengan kata-kata kotor seperti yang pernah dikatakan kepada kita. Namun, apakah itu akan Anda lakukan?

Dalam pandangan agama saya, dikenal istilah qishash, yakni hukuman sebanding perbuatan. Hukuman itu perlu diberikan agar membentuk efek jera. Kalau tidak mau dipukul ya jangan memukul. Kata tersinggung dengan ucapan orang ya jangan mengucapkan kata-kata yang dapat menyakiti orang lain.

Jika toh perbuatan itu pernah dilakukan, Anda mempunyai dua hak: bersikap adil dengan melakukan qishash atau menjadi muhsinin. Adil adalah sikap untuk bersikap sesuai dengan keadaan dan kenyataan. Berlaku adil berarti melakukan tindakan secara proporsional dan profesional. Artinya, perbuatan itu berimbang dan dilakukan secara baik.

Namun, betapa mulianya jika Anda memilih menjadi muhsinin. Meskipun orang lain pernah berbuat buruk kepada Anda dan Anda memaafkan tindakannya itu, Anda telah menunjukkan pribadi yang lebih berkualitas daripada dirinya. Muhsin adalah sikap yang dimiliki Nabi Muhammad ketika menaklukkan hati penduduk Makkah. Malaikat saja sudah geram dengan tindakan penduduk waktu itu. Malaikat sudah menawarkan hukuman setimpal untuk membinasakan penganiaya Muhammad. Namun, Muhammad justru bersikap kebalikan. Muhammad memaafkan kelakukan mereka seraya berkata, ”Biarkanlah mereka wahai Jibril. Mereka melakukan itu karena belum memahami agama ini dengan benar!” Wouw, amat bijaksana dan mulai sifat itu.

Bersikap muhsin tentu memerlukan kematangan jiwa. Namun, kematangan jiwa itu tentu diperoleh karena ada kemauan dari diri kita untuk menjadi lebih baik. Mengapa kita selalu berkeinginan agar orang yang mencelakai kita juga mengalami hal serupa? Mengapa kita tidak memaafkan saja seraya berdoa kepada Allah agar dirinya segera tersadar bahwa kelakukannya menyakiti hati kita? Jika sikap dan sifat itu dapat kita miliki, Anda memang layak menjadi pribadi muhsinin. Selamat !




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline