Lihat ke Halaman Asli

Johan Wahyudi

TERVERIFIKASI

Guru, Pengajar, Pembelajar, Penulis, Penyunting, dan Penyuka Olahraga

Mengendalikan Diri

Diperbarui: 17 Juni 2015   11:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14236541811870399842


Oleh Johan Wahyudi1)

Orang perkasa bukanlah orang yang kuat mengangkat sekian kilo barang. Bukan pula orang yang tahan dipukul berkali-kali. Sesungguhnya orang perkasa adalah orang yang mampu menahan diri untuk tidak melakukan sesuatu meskipun memiliki dorongan kuat untuk melakukannya.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita pasti sering dibuat jengkel atau emosi oleh rekan, teman, saudara atau lainnya. Pada awalnya, kita berusaha bersabar seraya tak membalas ejekan atau cemoohan itu. Namun, emosi langsung meluap ketika ejekan atau cemoohan itu tak juga berhenti meskipun kita cenderung sudah mengalah. Di sinilah kesabaran kita benar-benar diuji.

Ketika sedang menghadapi situasi demikian, ada baiknya kita mengambil pelajaran dan teladan dari Nabi Muhammad SAW. Ketika sedang berdakwah, tak henti-hentinya beliau dicaci maki, dihujat, difitnah, bahkan disakiti fisiknya. Dalam kondisi demikian, malaikat Jibril sempat merayu beliau agar diizinkan untuk menimpakan Jabal (Gunung) Uhud kepada orang-orang yang menyakitinya. Namun, apa hendak dikata, beliau justru menasihati Malaikat Jibril dan mengajaknya untuk mendoakan orang-orang yang menyakitinya agar Allah segera memberikan hidayah.

Maka, ketika menghadapi emosi nyaris tak terkendali, cobalah perhatikan tiga nasihat berikut. Pertama, apa untungnya menang berkelahi. Menang jadi arang dan kalah jadi abu adalah peribahasa untuk menggambarkan akibat dari sebuah perkelahian. Tidak ada pihak yang diuntungkan. Kedua pihak pasti rugi.

Kedua, tarik nafas panjang. Tarik nafas panjang dan tahanlah nafas sejenak, pejamkan mata, dan tutup mata barang sedetik. Gunakanlah waktu sedetik itu untuk membayangkan batu yang pecah. Sekuat apapun lem dan serapi apapun pekerjaan, tak mungkin batu itu kembali ke bentuk semula. Pasti ada cela yang tak bias dihilangkan. Itulah akibat dari lapuhnya emosi.

Ketiga, takutlah dikucilkan. Seribu teman masih kurang tetapi satu musuh itu kebanyakan. Teman itu susah didapat sehingga kita sebaiknya menjaga pertemanan itu. Jika terjadi perselisihan, hendaknya hubungan baik tetap dijaga. Tidak ada orang sempurna karena sifat manusia memang mudah lupa dan sering berbuat salah. Jadi, kita hendaknya bersabar dan cenderung mengalah daripada memutus pertemanan. Ingat nasihat Nabi Muhammad, “Diharamkan bau surga baginya jika ia mendiamkan saudaramu lebih dari 3 hari.”

1)DirekturEDU Training Centre, KetuaIGI Soloraya/,Kolumnis RubrikPetuahMajalahSMARTEEN, KolumnisGuru Perlu TahuKoranSolopos, Penulis Buku, PTK, Jurnal, dan pemilik fanspageGuruMenulis.

Catatan: Artikel di atas telah dimuat Majalah Smarteen edisi Februari 2015

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline